SOLOPOS.COM - Ilustrasi jual beli kucing. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Praktik jual beli kucing telah menjadi perbincangan di masa para sahabat Rasul, lalu bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam? Sebagian sahabat melarang praktik jual beli kucing karena tidak memenuhi syarat sebagai produk terutama dari aspek manfaat.

Menurut mazhab Hanafi, untuk sahnya kegiatan tersebut harus memenuhi rukunnya. Rukun itu adalah akan saling rela di antara pembeli (berupa ijab, keinginan membeli) dengan penjual (qabul, keinginan menjual).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Lalu bagaimana hukum jual beli kucing menurut pandangan para ulama? Mengutip laman NU Online, Jumat (1/7/2022), mayoritas ulama fiqih bermadzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa praktik  itu boleh dilakukan.  “Padanya juga terdapat semua syarat transaksi penjualan sehingga boleh menjualnya,” (Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah).

Sedangkan sebagian lagi merinci hukumnya dari jenis kucingnya, jinak atau liar. Mayoritas ulama memperbolehkan transaksi jual beli kucing karena kucing termasuk zat suci dan mengandung manfaat. Dari sana kemudian, mayoritas ulama memperbolehkan jual dan beli kucing.

Baca Juga: Ramai Jual-Beli, Kucing Kuwuk Dilindungi Bukan Peliharaan

Artinya, “Mayoritas ulama fiqih bermadzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat bahwa praktik jual kucing itu boleh karena kucing itu suci dan dapat diambil manfaatnya. Padanya juga terdapat semua syarat transaksi penjualan sehingga boleh menjualnya.” (Al-Mausuatul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah). Imam An-Nawawi dalam kumpulan fatwanya menyebut jual kucing dan kera seperti praktik yang terjadi di masyarakat. Menurutnya, kedua hewan tersebut memenuhi kriteria produk yang ditentukan dalam norma jual dan beli dalam fiqih.

Ulama KH Ahmad Zahro dalam buku Fiqih Kontemporer 3 menyatakan ada banyak hadis yang melarang jual beli kucing. Abu Zubair bertanya kepada Jabir bin Abdullah r.a. mengenai uang hasil penjualan anjing dan kucing. Maka Jabir mengatakan, “Rasulullah SAW melarang keras hal ini.” (HR Muslim).

Mengutip laman konsultasisyariah.com, Jumat, sebagian ulama memahami bahwa larangan ini berlaku untuk kucing liar yang tidak bisa ditangkap. Ada juga yang mengatakan bahwa larangan ini berlaku di awal islam ketika kucing dinilai sebagai hewan najis. Kemudian setelah liur kucing dihukumi suci, boleh diperjualbelikan. Namun kedua pendapat ini sama sekali tidak memiliki dalil pendukung. (Sunan al-Kubro, al-Baihaqi).

Baca Juga: Pororo Si Kucing Lucu yang Memancing Pro Kontra

Sementara hukum jual beli kucing berdasarkan undang-undang adalah melarang praktik ini terhadap satwa yang dilindungi. Dikutip dari laman lsc.bphn.go.id, Jumat, Penyuluh Hukum Ahli Madya Drs. Abdullah, S.H. menjelaskan bahwa praktik jual beli hewan itu dilarang, apabila hewan yang diperjualbelikan itu termasuk satwa yang dilindungi seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Kucing hutan (Felis bengalensis) termasuk satwa liar mamalia dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990. Siapa pun yang dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, memperdagangkan, dan mengambil keuntungan dari kucing hutan ini akan mendapat sanksi pidana dan denda.

Baca Juga: Sudah Ditemukan, Begini Proses Evakuasi Pororo Si Kucing Selebgram

Kucing hutan ini sering disebut “blacan”. Habitat hidup mereka adalah di alam liar, bisa di dalam hutan atau di teritorial yang jauh dari manusia. Mereka adalah pemburu yang ulung, pandai memanjat pohon, dan pintar berenang. Berbeda dengan kucing domestik yang sebagian besar takut air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya