SOLOPOS.COM - Petani tembakau mulai menyemai benih tembakau di Desa Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Rabu (29/1/2020). (Istimewa/Miswanti)

Solopos.com, WONOGIRI — Gara-gara hujan tak teratur selama Januari 2020, petani memutuskan menanam tembakau tembakau lebih awal. Hal itu dilakukan lantaran khawatir lahan tadah hujan yang ditanami tembakau tak kebagian air akibat kemarau datang lebih dini.

Penanaman tembakau ditandai dengan persiapan benih tembakau yang dilakukan petani di Desa Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Rabu (29/1/2020). Benih itu paling cepat akan ditanam ke lahan pada akhir Februari hingga awal Maret 2020. Benih yang siap ditanam berumur antara 35-40 hari ketika sudah memiliki batang berdiameter sekitar sebatang rokok.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Nyolong di Semarang, Warga Boyolali Diringkus Polisi

Padahal, biasanya pada pekan kedua Maret, petani tembakau baru mulai menyiapkan benih. Hal itu terjadi setidaknya pada periode 2010-2018. Namun, pada 2019, kemarau datang lebih dini ditandai dengan hujan terakhir yang turun pada April 2019. Permasalahan curah hujan ini mengakibatkan banyak petani tak bisa menanam tembakau.

“Petani tak bisa menanam tembakau karena enggak ada air. Lahan yang ditanam ini pada umumnya lahan tadah hujan. Setelah panen jagung, lahan dilanjutkan dengan tanam tembakau. Petani tak bisa meninggalkan jagung dan padi lantaran itu menjadi sumber pangan utama,” kata Ketua Kelompok Tani Baleharjo, Kecamatan Eromoko, Miswanti, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (31/1/2020).

Persib Bandung Ingin Uji Coba Lawan Persis Solo

Di Eromoko, lanjut Miswanti, penanaman tembakau diprediksi dimulai pada Maret-April 2020. Sebab, petani Eromoko saat ini masih menunggu panen padi yang juga mengalami keterlambatan masa tanam. Masa tanam padi ini mundur pada 2018 yang tejadi pada November menjadi Desember pada 2019.

“Saya juga sebelumnya masih bisa teratur padi-padi-tembakau. Sekarang padi saja enggak tahu bisa panen atau tidak,” keluh dia.

Menurut Miswanti, selain dari hujan, petani bisa saja memompa dari sumur atau sungai selama persediaan air ada. Jika tidak, petani terpaksa membeli air tangki yang ditampung di embung-embung kecil di sawah berukuran 6 meter kali 4 meter.

Pabrik Garmen di Klaten Kebakaran, Kerugian Ditaksir Rp10 Miliar

Untuk lahan seluas 2.500 meter persegi, membutuhkan 17 tangki hingga panen berakhir. Harga air per tangki Rp140.000. “Menambah biaya produksi memang, tapi petani enggak rugi juga. Membeli air lebih baik daripada enggak bisa panen,” terang dia.

Petani tembakau di Desa Banaran, Pracimantoro, Supriono, ia mulai menyiapkan bedengan benih untuk tembakau di lahannya yang diperkirakan selesai dalam 10-20 hari ke depan. Ia sengaja memajukan tanam tembakau setelah jagungnya diserang ulat beberapa waktu yang lalu. Kendati demikian, ia tetap menunggu instruksi dari PPL kapan menanam tembakau sebaiknya dilakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya