SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

KARANGANYAR—Petani stoberi yang berada di Desa Gondosuli dan Kelurahan Kalisoro, Kecamatan Tawangmangu, Karanganyar merugi. Produksi buah stroberi di sana menurun lebih dari 50 persen akibat hujan.

Saat musim kemarau, para petani dua desa yang berjumlah sekitar 65 petani, bisa memproduksi 10 ton stroberi per hektar. Namun saat musim hujan, produksi hanya mencapai 4-5 ton per hektar. Selain itu rasanya juga tidak terlalu manis dan warnanya kurang cerah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Petugas Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Tawangmangu, Wagimin mengatakan, turunnya produksi juga mempengaruhi harga buah berwarna merah itu.

Saat musim hujan, harga stroberi yang ditawarkan petani senilai Rp 25.000 per kilogram. Namun saat musim kemarau, harganya turun menjadi Rp 15.000 per kilogram saja. “Karena langka, maka harganya naik. Namun kenaikan harga itu juga tidak terlalu signifikan karena saat musim hujan, buah stroberi lebih mudah busuk,” ujar Wagimin saat ditemui wartawan di Pendapa Rumah Dinas Bupati, Rabu (9/11).

Rata-rata stroberi dari Desa Gondosuli untuk memasok persediaan buah di Sarangan dan Magetan, Jawa Timur. Sedangkan stroberi dari Kelurahan Kalisoro dikirim ke Solo dan Jogja. Total lahan yang digunakan sekitar enam hektar. Saat panen, katanya, buah stroberi yang benar-benar masak sari satu rumpun stroberi yang berisi 5-7 anakan, paling hanya diambil 3 buah, karena sisanya membusuk.

Untuk saat ini, mayoritas petani masih menanam stroberi di areal persawahan yang mereka miliki. Sedangkan petani yang menanam di dalam pot atau para ruang tanam, belum ada.

Padahal cara tanam tersebut, ungkap Wagimin, bisa memberikan keuntungan seperti buahnya tidak cepat membusuk dan bisa dibuat tanaman hias pula.

“Petani di sana masih belum kenal cara tanam seperti itu dan sumberdayanya juga belum memadai,” katanya.

Selain itu, cara penjualan dari para petani juga masih konvensional. Mayoritas para petani stroberi menjual buahnya ke penebas. Padahal di tangan penebas, stroberi dari Tawangmangu ini bisa dijual lebih dari Rp50.000 per kilogram.

Selain itu, ada pula para petani yang menjual stroberi yang mereka tanam sendiri, di pinggir-pinggir jalan Tawangmangu. Pemerintah sendiri, lanjut Wagimin, saat ini belum memberikan akses pasar bagi para petani untuk dapat memasarkan produknya ke luar. “Belum ada sinkronisasi antara produk pertanian dengan perdagangan,” ujar Wagimin.(JIBI/SOLOPOS/FAS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya