SOLOPOS.COM - Supatmo, petani asal Dukuh Godang, Desa Kecik, Kecamatan Tanon, Sragen, menyemai tanaman cabai yang buahnya mulai mengering dan daun mengeriting, Rabu (22/5/2013). (Ika Yuniati/JIBI/SOLOPOS)


Supatmo, petani asal Dukuh Godang, Desa Kecik, Kecamatan Tanon, Sragen, menyemai tanaman cabai yang buahnya mulai mengering dan daun mengeriting, Rabu (22/5/2013). (Ika Yuniati/JIBI/SOLOPOS)

SRAGEN–Para petani cabai di Dukuh Godang, Desa Kecik, Kecamatan Tanon, Sragen gagal panen.  Pasalnya, puluhan hektar tanaman cabai di kawasan tersebut rusak parah akibat hujan deras beberapa waktu lalu.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Cabai yang seharusnya mulai memerah itu membusuk dan kering. Sementara, daun-daunnya mengeriting dengan batang yang tak lagi kokoh.

Petani cabai Dukuh Godang, Desa Kecik, Supatmo, mengatakan tanaman cabainya yang sudah berumur sekitar 45 hari itu bakal gagal panen.  Menurut Supatmo, setiap kali datang hujan, tanaman-tanaman cabai di daerahnya kebanyakan mati dan gagal panen. Selain rendahnya ketahanan tanaman, kontur tanah juga dinilainya memiliki pengaruh besar terhadap hasil panennya nanti.

“Sini [Dukuh Godang], tanahnya tanah hitam, jadi tanaman cabai sepertinya memang enggak bisa tumbuh subur, apalagi kalau ditambahi dengan hujan,” ungkapnya saat ditemui Solopos.com di area sawahnya, Rabu (22/5/2013).

Melihat kondisi tanaman yang tak lagi sehat, Supatmo, mengaku biaya produksi tanam cabai sekitar Rp1 juta untuk  area 1.000 meter persegi itu tak mungkin bisa ditutupi dengan penjualan hasil panen. Pasalnya, cabai miliknya kemungkinan besar tak bisa dijual dengan harga tinggi.

“Ini enggak laku kalau langsung dijual. Bisanya dikeringkan dulu, lalu dijual dengan harga Rp2000 per kilo.”

Petani lainnya, Yatno, mengatakan hampir semua padi di Godang rusak parah. Menurut Yatno, petani cabai di Dukuh Godang biasanya hanya bisa memanen dengan hasil maksimal pada pertengahan musim antara musim tanam satu (MT 1) dan MT2. Saat itu curah hujan tak begitu tinggi, bahan kadang tak ada hujan sama sekali hingga panen tiba.

Yatno yang juga menanam cabai pada pertengahan MT 1 dan MT 2 itu mengaku sempat berhasil menjual cabai dengan omset Rp20 juta sekali tanam dengan luas tanah sekitar 3,500 meter persegi. Dengan omset itu, menurutnya keuntungan yang didapatkan sudah cukup banyak. Pasalnya, biaya produksi hanya sekitar Rp10 juta.

Sementara, pada MT2, petani cabai memang harus selalu waspada. Pasalnya, bisa saja hujan turun dan mengguyur tanaman padi hingga mematikan tanaman tersebut. Guyuran air hujan terparah biasanya terjadi saat tanaman mulai tumbuh dan berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya