SOLOPOS.COM - Pengendara motor dan mobil melintasi Pose In Hotel di Jalan Monginsidi, Solo, Selasa (3/7/2012). Hotel bintang 2 plus tersebut memiliki 56 kamar, dua ruang meeting, dua restoran dan sebuah coffee lounge yang direncanakan buka 24 jam. (Burhan A/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO—Pelaku hotel bintang dua di Solo tidak memprioritaskan penjualan kamar kepada tamu baru. Mereka memilih melayani pelanggan dan meningkatkan penjualan food and beverage (makanan dan minuman) karena kalah perang harga dengan hotel berbintang lain yang lebih tinggi.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) merilis data hotel berbintang di Solo hingga 2013. Sebanyak 120 hotel terdiri dari bintang lima hingga melati satu tumbuh di Solo. Jumlah diprediksi bertambah karena beberapa hotel baru seperti Aston, Aziza Syariah, Tune Hotel, dan lain-lain belum terdaftar.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sebanyak 10 dari total 120 hotel di Solo digolongkan menjadi hotel bintang dua. Mereka bermain pada harga Rp200.000 hingga kurang dari Rp300.000.

Namun beberapa pelaku hotel bintang dua pesimis karena belum ada patokan harga hotel berbintang di Solo. Mereka khawatir akan membunuh hotel bintang dua dan di bawahnya karena perang harga. Seperti disampaikan Marketing Manager Hotel Indah Jaya, Eny Widya. Eny mengaku memilih berjualan makanan, minuman dan fasilitas lain di hotel. Dia tidak memprioritaskan penjualan kamar karena jumlah tamu tidak sebanding dengan kamar hotel.

“Kalau bagi kami ancaman. Jumlah kamar mereka banyak. Otomatis tamu grup akan pilih satu hotel. Kalau dulu bisa dipisah. Harga juga nyaris sama dengan kami. Bintang tiga bermain harga Rp200.000. Porsi tamu sama tapi hotel banyak,” kata Eny saat dihubungi Solopos.com, Minggu (2/3/2014).

Oleh karena itu, dia memprioritaskan pelanggan dan menawarkan produk selain kamar, seperti makanan, minuman, dan fasilitas lain. Meski demikian, dia khawatir apabila tidak ada patokan harga akan membunuh hotel bintang dua seiring pertumbuhan hotel baru.

“Kami genjot dari makanan dan bikin promo. Kalau enggak ya enggak laku. MICE masih ada tetapi grup yang loyal dan mencari hotel dengan konsep hommy. Kalau enggak ada patokan harga bisa mematikan hotel lain,” imbuh dia.

Hal senada disampaikan Hotel Manager Favehotel Adi Sucipto, Moch Muchlis. Dia juga mengaku mengubah strategi pemasaran dengan memprioritaskan merawat pelanggan. Salah satu cara yang dilakukan seperti aktif menanggapi komentar pelanggan di dunia maya. Mereka juga melakukan subsidi silang penjualan kamar secara online dengan tamu yang langsung datang. Muchlis juga menyoroti langkah pemerintah yang belum memetakan potensi tujuan wisata dan kuliner di Solo. Sehingga Kota Solo belum dapat dijual sebagai tujuan wisata melainkan sekadar persinggahan.

“Kami memainkan kesan hotel internasional sebagai daya tarik. Subsidi silang maksudnya ada kamar yang dijual murah, medium dan tinggi. Promo seperti Over Sunday Sale hemat 30% dari harga asli, check in jam 10.00 WIB dan check out jam 14.00 WIB. Itu salah satu cara meningkatkan penjualan,” ungkap dia saat berkunjung ke Griya Solopos, Selasa (25/2).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya