SOLOPOS.COM - Umat Konghuchu berdoa saat Sembahyang Rebutan (King Hoo Ping) di Lithang Makin Solo, Minggu (28/8/2016). Sembahyang King Hoo Ping digelar pada bulan ketujuh penanggalan Imlek (Jit Gwe) untuk mendoakan dan menghormati arwah leluhur umat Konghuchu yang sudah meninggal dunia. (Ivanovich AldinoJIBI/Solopos)

Umat Khonghucu menggelar upacar King Hoo Ping untuk menghormati para leluhur.

Solopos.com, SOLO – Bau dupa menyeruak di Lithang atau tempat ibadah bagi umat Khonghucu di Jl. Drs. Yap Tjwan Bing Jagalan, Minggu (28/8/2016). Siang itu, puluhan umat Khonghucu terlihat khusyuk mengikuti prosesi upacara sembahyang King Hoo Ping.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Upacara sembahyang King Hoo Ping atau dikenal Sembahyang Rebutan bagi masyarakat Tionghoa ini dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan 7 Imlek. Bagi kalangan umat Khonghucu di wilayah Solo yang tergabung dalam Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin), sembahyang ini dilakukan untuk mengenang dan memberi penghormatan kepada para leluhur yang telah meninggal dunia.

Upacara dimulai sekitar pukul 09.00 WIB. Puluhan umat Khonghucu datang dan berkumpul di Lithang untuk mengikuti upacara King Hoo Ping. Berbagai sesaji seperti daging, nasi, jajanan pasar, air putih dan buah-buahan mereka letakkan di dua meja altar. Meja altar pertama untuk vegetarian dan altar umum. Di atas sesaji tersebut ditancapkan bendera dari kertas bertuliskan nama para leluhur yang telah meninggal dunia untuk dibacakan doa.

Sesajian terdiri atas bermacam hidangan yang mengandung makna filosofis di mana tiga jenis daging yakni ayam, ikan bandeng dan babi menjadi sesajian utama. Baru kemudian buah pisang dan jeruk ditambah buah lainnya yang juga disajikan. Kue wajik, kue Kura dan kue Mangkok, Kuo Moho dan berbagai kue lainnya juga tersaji. Upacara diawali dengan sembahyang dan penaikan surat doa dipimpin langsung oleh Rohaniawan Khonghucu Adjie Chandra.

Selesai didoakan, bendera kemudian dibakar bersama dengan replika kapal yang terbuat dari kertas berukuran besar.

Replika ini sebagai simboli sarana tranportasi yang mengantar leluhur ke tempatnya. Dalam ajaran agamanya, Adjie Chandra menerangkan sembahyang untuk para leluhur dilakukan umat Khonghucu dalam setahun ada tiga kali. Yakni, saat menjelang malam tahun baru Imlek, sembahyang Ching Bing yang jatuh pada 5 April, serta pertengahan atau tanggal 15 bulan 7 Imlek.

Diterangkannya, pada bulan 7 Imlek pintu akherat dibuka dan para arwah diberikan kesempatan untuk turun ke dunia. Karena itu untuk menyambut kehadiran mereka pada bulan 7 Imlek, masyarakat diwajibkan melakukan sembahyang pengenangan dan penghormatan bagi leluhur.

“Sedangkan sebelum para arwah kembali ke alamnya diadakan upacara King Hoo Ping untuk menghormati mereka seakan mengantarkan leluhur kembali ke alamnya,” ujarnya.
Salah satu umat Khonghucu, Susilowati, memaknai upacara King Hoo Ping sebagai penghormatan kepada para leluhur.

Selain doa, dia mengakui, selalu mengirimkan berbagai hal kesukaan dari para leluhurnya. Salah satunya menyiapkan baju-bajuan dan uang kertas yang dibakar untuk dikirim ke leluhur.

“King Hoo Ping sebagai bentuk penghormatan dan kedekatan kami kepada leluhur. Tidak hanya mengirimkan doa dan barang, namun menyiapkan makanan yang menjadi kesukaan mereka,” tuturnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya