SOLOPOS.COM - HM Zain (ist)

HM Zain (ist)

Bicara tentang kasidah modern di Indonesia, tidak akan terlepas dari sosok HM Zain. Dia adalah perintis kasidah modern di Indonesia yang membentuk dan memimpin grup kasidah Nasida Ria yang berbasis di Kota Semarang, Jawa Tengah. Ia mendirikan Nasida Ria pada 1975.

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Zain berasal dari Kendal, lahir pada 1928. Dia anak laki-laki pasangan suami-istri Hasyim dan Khodijah. Ia menempuh pendidikan di sekolah rakyat (SR) dan pondok  pesantren salafi.

Walaupun Zain membesarkan nama Nasida Ria, tapi ia lebih terkenal dengan sebutan guru mengaji, guru qiraah Alquran. Zain mendidik banyak qari dan qariah kelas nasional.

“Orang lebih kenal Bapak (Zain-red) sebagai guru ngaji. Kalau ada yang ketemu Bapak biasanya malah mengatakan: itu guru ngaji saya,” ujar putra kedua HM Zain, Choliq Zain, saat dihubungi Solopos.com melalui telepon, Rabu (20/6). Saat dihubungi Solopos.com, Choliq berada di Semarang.

Sebelum membentuk Nasida Ria, Zain mendirikan grup musik gambus Assabab pada 1965 yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Popularitas Assabab bertahan sampai sekitar 1970 sejalan dengan meninggalnya sang vokalis, Juariyah.

Sehari-hari, Zain biasa mengisi pengajian dari satu tempat ke tempat lain. Ia juga mengajar qiraah di rumah. Dia dikenal sebagai orang yang supel dan mau bergaul dengan siapa saja dan tidak membeda-bedakan antara si kaya dan si miskin. Selain mengajar qiraah, Zain dikenal pandai menyanyi.

Anggota Nasida Ria merupakan murid-murid mengaji Zain. Suatu ketika, ada sembilan anak didiknya yang diajak bergabung dalam grup yakni Mudrikah, Musyarofah, Nunung, Muthoharoh, Alfiyah, Rien Jamain, Kudriyah, Nur Ain dan Umi Kholifah.

Sejak berdiri sampai sekarang, grup binaan Zain itu telah mengeluarkan 34 album kaset dan berberapa album lepas serta satu album diproduksi Pi’ranha dengan label Keadilan yang berupa CD yang terbit di Berlin, Jerman.

Zain menikah dengan Mudrikah. Mereka dikaruniai lima anak yakni Hadziq Zain, Choliq Zain, Farichah, Ulya Zain, Fella Sufah. Anak-anak Zain itu di antaranya mengurusi grup musik Nasida Ria, Nidaria dan Elhawa.

Kali pertama didirikan, Nasida Ria menggunakan alat musik rebana. Seiring kemajuan zaman, grup musik itu menggunakan alat musik lain seperti tamborin, gitar bass, gitar, biola, kendang dan keyboard.

Zain mempunyai misi dakwah lewat syair-syair lagu yang didendangkan Nasida Ria. Awalnya, lagu-lagu dakwah yang disuguhkan hanya dari Timur Tengah dengan syair Bahasa Arab. Seiring waktu, atas usulan KH Ahmad Buchori Masruri yang lebih dikenal dengan nama Abu Ali Haidar, syair-syair Nasida Ria mulai berubah. Mantan pengurus Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama Jateng itu menciptakan lirik-lirik berbahasa Indonesia untuk Nasida Ria dan tetap dengan muatan pesan-pesan dakwah.

Zain membawa Nasida Ria dikenal di tingkat nasional. Nasida Ria sering pentas ke berbagai pelosok Tanah Air, baik dalam rangka undangan hajatan maupun acara resmi lembaga pemerintah dan lembaga swasta serta yayasan-yayasan sebagai sponsor. Setiap tahun mengisi paket acara Hari Raya Idul Fitri di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta.

Zain mengantarkan grup asuhannya hingga skala internasional. Dia mendampingi Nasida Ria ke Malaysia pada 1988 saat ada undangan dari Kerajaan Malaysia pada peringatan 1 Muharram. Zain pernah mendapatkan penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah dan PWI Pusat. Penghargaan Pengemban Budaya Islam diberikan oleh PWI Pusat Jakarta pada 1989.

Ia juga memperoleh penghargaan seni dari PWI Jawa Tengah pada 1992 serta Penghargaan Anugrah Keteladanan 2004 dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jawa Tengah.  Ia juga didaulat menjadi dewan juri MTQ tingkat nasional.

Zain masih menemani Nasida Ria hingga usianya sekitar 64 tahun. Saat Nasida Ria akan pentas di Lamongan, mobil yang ditumpangi Zain ditabrak di daerah Tuban dan masuk ke tambak. Rombongan di dalam mobil itu ada yang selamat dan luka-luka. Zain sempat dirawat di  sebuah rumah sakit di Rembang hingga akhirnya meninggal pada 28 September 1992. Ia dimakamkan di Bergota, Semarang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya