SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/AIDS (ghanahealthnest.com)

Solopos.com, SOLO — Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Solo mencatat jumlah pekerja seks komersial (PSK) yang beroperasi di wilayah Kota Bengawan mencapai 700 orang. Sebanyak 395 di antara mereka terlayani KPA, namun 305 sisanya masih buram.

Demikian disampaikan pengelola program KPA Solo, Tommy Prawoto. Tommy mengatakan data tersebut mengacu kepada pemetaan data populasi yang dilakukan KPA hingga Februari.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

“Jumlah tersebut terkonsentrasi di beberapa lokalisasi seperti di Gilingan, Kestalan, Setabelan, dan Punggawan. Para PSK itu mayoritas dari luar Solo. Jadi dari Soloraya,” jelas dia saat dihubungi Solopos.com, Kamis (24/4/2014).

Tommy mengatakan ada peningkatan kesadaran dari para PSK untuk memeriksakan kesehatan. Hal itu dibuktikan dengan data dari sejumlah pusat layanan kesehatan yang memberikan layanan voluntary counseling test (VCT). “Di Solo, pelayanan VCT tersedia di UPTD Puskesmas Manahan, Setabelan, Sangkrah, Kratonan, RSUD dr. Moewardi, RS dr. Oen, RSUD Ngipang, serta Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Solo, dan PMI Solo,” ungkap dia.

Tommy memaparkan dari sejumlah pusat layanan kesehatan tersebut, tercatat 428 orang mendaftar layanan VCT pada Januari dan Februari. Meskipun belum meningkat drastis, lanjut dia, kesadaran para PSK mengikuti VCT membuat KPA lebih mudah dan lebih awal mendeteksi adanya penyakit menular seksual (PMS).

“Sebagian [PSK] datang sendiri, sebagian kami minta untuk memeriksakan diri. Kami juga mengapresiasi kesadaran mereka [PSK],” ujar dia.

Ditemui di kantornya, sekretaris KPA Solo, Harsoyo Supodo, mengatakan keberadaan PSK di Solo merupakan fenomena gunung es. Hal itu mengacu kepada terbatasnya hasil pendataan di wilayah lokalisasi. “Padahal kalau mau menilik lebih jauh, area abu-abu seperti kos maupun rumah kontrakan bisa menghasilkan data baru. Sudah bukan rahasia lagi kalau PSK itu menjajakan diri secara terselubung dengan mengaku sebagai pekerja maupun mahasiswa,” jelas dia.

Pemberantasan penyakit masyarakat itu, lanjut Harsoyo, tak bisa lepas dari campur tangan masyarakat. “Pada prostitusi terselubung inilah peran serta masyarakat dibutuhkan. Karena KPA tak bisa sendiri menangani efeknya. Jika di lokalisasi kami bisa mendeteksi PMS-nya, tapi kalau dari prostitusi terselubung kami tak bisa menyentuh mereka,” pungkas dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya