SOLOPOS.COM - Madiyono, 87, warga Padukuhan Nayan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, penemu topeng emas. (JIBI/Harian Jogja/Joko Nugroho)

Hingga kini koleksi Museum Sonobudoyo yang hilang belum ditemukan. Sejumlah pihak kecewa dengan hal itu.

Madiyono, 87, warga Padukuhan Nayan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Sleman terlihat sudah sulit untuk melangkah. Dia harus dibantu orang lain untuk bisa menaiki anak tangga, namun ingatannya masih segar jika berbicara mengenai penemuan topeng emas Museum Sonobudoyo yang kini hilang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Madiyono atau yang biasa disapa Mbah Madi mengaku, pertama kali menemukan topeng emas itu bukan tanpa kerja keras. Waktu itu, dia menceritakan masih muda dan memiliki empat orang anak namun pekerjaan masih serabutan.

Kondisi tersebut membuat Mbah Madi mencoba berserah pada Tuhan dengan menjalani puasa. Dia menjalani puasa selama satu bulan lamanya sambil membaca Surat Al-‘An`am dalam Alquran.

“Kalau topeng itu mau ditemukan lagi, silakan baca surat Al-‘An`am itu sambil berpuasa tujuh hari tujuh malam. Nanti pada hari ke tujuh pasa pati geni. Hal ini dilakukan selama empat kali atau sebulan,” kata Mbah Madi di rumah Kepala Dukuh Nayan, Selasa (12/11/2013).

Mbah Madi mengaku, setelah melakoni puasa dirinya mendapatkan sejumlah petunjuk dari Tuhan.
Selang sepekan, saat menelusuri sawah Mbah Madi melihat bongkahan batu kecil seperti berbentuk pisang.

“Saya melihat batu kecil warna kuning di dalam lubang tanah. Saya lantas mengeruk tanah itu dan menemukan banyak barang dari emas itu. Karena panik, saya memanggil dua teman,” jelas Mbah Madi yang mengaku menemukan emas itu pada 1960 pukul 08.00 WIB.

Mbah Madi mengaku, awal barang yang ditemukannya adalah mahkota, topeng emas dan siluet orang. Sisanya kalung dan benda-benda lain, dia ambil bersama-sama dengan penduduk lain yang akhirnya ikut membantu.

Tiga hari berselang, benda-benda bersejarah itu didata oleh Polisi Sektor Kalasan dan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala DIY yang mendatangi dusun itu.
Mereka mendata semua benda bersejarah itu untuk dimasukkan ke museum. “Waktu itu semuanya didata dan diserahkan ke Museum Sonobudoyo. Ada 50 item yang dibawa. Tapi katanya sekarang malah hilang 10 item,” keluh Mbah Madi.

Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA), Jhohannes Marbun mengatakan, pada masa itu penemuan memang akhirnya disita negara. Bahkan ada imbalan hadiah bagi empat penemu, yakni Madiyono, Akhmad Tugi, Karso Sudiro dan Sudari.

Hadiah yang diberikan antara lain uang senilai Rp20.000 hingga Rp30.000 beserta binatang ternak sapi dan kambing. Masih ada hadiah tanah di wilayah Desa Maguwoharjo. Namun tanah ini kini malah banyak yang menjadi sengketa.

“Kami di sini hanya ingin mengingatkan kembali proses penemuan topeng emas Sonobudoyo itu. Kami juga mempertanyakan apa alasan pemerintah memasukkan benda bersejarah itu ke museum, jika keamanan toh nyatakan hilang. Lantas alasan apa?” tanya Marbun.

Marbun mengatakan, dari 50 item emas yang ditemukan di Padukuhan Nayan sebanyak 10 item yang hilang. Itupun ada tiga bagian yang menarik, yakni kalung, siluet manusia dan topeng. Tiga bagian ini merupakan satu ke satuan.

“Ini jelas pencurinya sangat paham akan benda bersejarah itu. Sebab selain tiga bagian itu memang lainnya merupakan perhiasan emas biasa saja,” jelas Marbun.

Marbun menambahkan, pada 1980-an warga Padukuhan Nayan sering menjenguk penemuan mereka. Hal ini dilakukan saat digelarnya acara Sekaten.
“Dulu memang saat Sekaten benda-benda itu bisa dilihat orang umum. Tapi entah mulai kapan benda-benda itu tidak boleh diakses lagi,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya