SOLOPOS.COM - Sumiyem, 72, janda tua yang tinggal di rumah berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu di Kampung Sidomulyo, RT 50, RW 15, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen, Selasa (28/4/2020). (Solopos/Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN –Seorang janda tua bernama Sumiyem, 72, hidup sendirian di gubuk reyot di Kampung Sidomulyo, RT 050 RW 015, Kelurahan Sragen Wetan, Sragen.

Sehari-hari Sumiyem yang sudah tidak bekerja mengandalkan bantuan dari tetangga di sekitar rumahnya. Para tetangga bingung kenapa Sumiyem tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Janda tua di Sragen itu tinggal sendirian di gubuk reyot berlantai tanah. Anyaman bambu menjadi bagian dinding rumahnya. Dia selalu menyetel radio dengan volume maksimal untuk mengusir sepi.

Sumiyem telah 35 tahun menjanda sejak suaminya, Cipto Supatmo, meninggal akibat kecelakaan pada 1985 silam. Sejak saat itu dia harus memeras keringat untuk membesarkan tujuh anaknya. Sayang, dua dari tujuh anaknya lebih dulu menghadap Sang Pencipta.

Klaten Belum Masuk Zona Merah Covid-19

Jualan Gorengan

Semasa muda, Sumiyem berjualan gorengan keliling kampung naik sepeda. Namun, kini di usianya yang sudah tua, janda yang tinggal sendirian di Sragen itu tak mampu lagi mengayuh sepeda.

“Dulu waktu masih ethes [kuat], saya biasa jualan gorengan keliling kampung dengan naik sepeda. Karena saya semakin renta, saya tak kuat lagi mengayuh sepeda. Rasanya keju dan kemeng ini kaki. Akhirnya, sepeda itu saya jual Rp50.000, 10 tahun silam,” kenang Sumiyem saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya, Selasa (28/4/2020).

Kini Sumiyem hidup sendirian lantaran lima anaknya yang telah berumah tangga dan merantau ke berbagai wilayah. Tiga anaknya merantau ke Jember, Surabaya (Jawa Timur), dan Subang (Jawa Barat). Sementara dua lainnya tinggal di Sukodono dan Sragen Wetan.

Meski ada dua anak yang tinggal di Sragen, Sumiyem enggan menjadi beban mereka. Itulah sebabnya janda tua ini memilih tinggal sendirian di gubuk reyot di Kampung Sidomulyo, Sragen.

Bidan Desa di Sragen Positif Corona, 70 Warga Diusulkan Rapid Test

Anaknya Jadi Buruh

Salah satu anak Sumiyem yang tinggal paling dekat dengan rumahnya bekerja sebagai buruh. Biasanya sepekan sekali dia bakal disambangi sang anak dan diberi uang.

“Anak saya yang paling dekat rumahnya dari sini itu hanya bekerja sebagai buruh. Biasanya sepekan sekali dia datang ke mari. Kalau ada uang, biasanya saya dikasih Rp70.000,” terang Sumiyem.

Selain anak, tetangga di sekitar rumah juga sering memberikan bantuan kepada Sumiyem. Mereka biasa memberikan makanan kepada janda tua yang tinggal sendirian di Kampung Sidomulyo Sragen itu.

“Selain dari anak, alhamdulillah banyak tetangga yang datang membantu. Mereka biasa memberi saya beras atau telur yang bisa saya makan untuk sahur dan buka puasa. Semalam saya sahur pakai nasi sama dua telur,” ujar Sumiyem.

Geger Video Begal di Dekat Balai Kota Solo, Korbannya Ibu-ibu

Kondisi Rumah

Saat Solopos.com berkunjung ke sana, lantai tanah di dalam rumah Sumiyem masih basah akibat hujan semalam. Itu menandakan bila rumahnya sudah bocor.

Dinding yang terbuat dari anyaman bambu juga sudah keropos di sana-sini. Rasanya, tinggal menunggu waktu saja gubuk reyot itu bakal ambruk.

Tetapi Sumiyem sama sekali tidak berniat memperbaiki rumahnya karena tidak memiliki biaya. Dua dia memang sempat mendapat tawaran perbaikan rumah. Namun, dia tidak bisa menyiapkan dana yang diminta untuk menambah pembelian material.

“Dulu saya memang pernah mendapat tawaran perbaikan rumah [RTLH] oleh Pak RT. Tapi, saya diminta menyiapkan dana Rp11 juta dahulu [untuk tambahan pembelian material]. Karena saya tak punya uang sepeser pun, akhirnya rumah saya urung dibangun,” paparnya.

Ibu Rumah Tangga Positif Corona Asal Kebakkramat Karanganyar Meninggal

Meski tergolong tidak mampu, Sumiyem merasa tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Kebutuhan sehari-harinya lebih banyak ditopang oleh anaknya yang bekerja sebagai buruh serta para tetangganya.

“Saya juga tidak tahu, mengapa Mbah Sumiyem tidak pernah mendapat bantuan [dari pemerintah]. Padahal dia janda sebatang kara yang layak di bantu. Justru warga sekitar sini yang biasa datang membantu memberi makanan. Kadang saya berpikir, bagaimana kalau Mbah Sumiyem jatuh sakit? Siapa yang tahu kalau dia terbaring sendirian saat menahan sakit di rumah,” ujar Darmi, 42, tetangga depan rumah dari Sumiyem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya