SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Lara Ahmad

Pagi itu sekitar pukul 06.00 WIB, masku mengantarku ke Terminal Lebak Bulus. Hari itu aku akan pulang ke Boyolali setelah hampir dua bulan menghabiskan masa liburan di Jakarta. Itulah untuk pertama kalinya aku melakukan perjalanan jauh Jakarta-Solo seorang diri. Wajar bila masku khawatir aku akan salah bus maupun rintangan lainnya. Karena itu masku menungguku hingga aku masuk ke dalam bus.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Aku menjadi penumpang pertama yang masuk ke dalam bus. Jadwal pemberangkatan bus memang baru pukul 08.00 WIB, tak ayal penumpang lainnya belum berdatangan. Didampingi masku, aku naik ke dalam bus dan mencari nomor tempat dudukku. Setelah memastikan kepada petugas bahwa bus yang aku tumpangi sesuai dengan yang tercetak di tiket, dia akhirnya bisa lega untuk meninggalkanku.

Tak berselang lama setelah kepergian masku, masuklah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan kedua anaknya ke dalam bus. Sama seperti yang kulakukan, mereka pun segera mencari tempat duduk. Selanjutnya penumpang-penumpang lain pun berdatangan. Salah satunya adalah seorang laki-laki yang berdandan begitu aduhai, celana jins kumal dengan rantai menjulur di bagian ikat pinggang dipadu dengan hem kotak-kotak berlengan panjang yang digulung di bawah siku sehingga memperlihatkan tato merah hitam yang tergambar di lengan laki-laki itu.

Untuk beberapa saat aku bergidik, antara perasaan cemas dan tak nyaman yang tiba-tiba bergelayut di benakku.

“Ya Allah… laki-laki itu duduk di sampingku!” pekikku dalam hati.

Pikiranku makin semrawut dibayangi kengerian. Aku sempat berprasangka yang tidak baik kepada lelaki bertato itu, jangan-jangan ia orang yang tidak baik, entah pencopet, perampok atau sejenisnya. Sebagai antisipasi, aku segera mengamankan barang-barang berharga milikku dari HP hingga uang.

Tanpa kuduga kengerian yang kurasakan menguap begitu saja ketika kudapati sosoknya yang bersahabat. Awalnya ia mengajak berkenalan lalu dia mulai banyak bertanya dan melempar lelucon. Ketakutanku seketika lenyap. Ia laki-laki yang humoris dan menyenangkan, berbeda jauh dengan penampilan. Mungkin inilah yang selalu diwanti-wantikan oleh orang bijak “Don’t judge the book by it’s cover, jangan menilai buku dari kovernya”.

Aku makin takjub kepadanya ketika di pemberhentian pertama, bus berhenti di rumah makan. Aku tak hendak makan saat itu karena dari rumah kakakku sudah makan, terlebih kakakku membawakanku berbagai macam makanan ringan.

“Kamu tidak turun?” tanya Mas Bagas, si lelaki bertato padaku. Aku menggeleng, ia pun izin turun dari bus, katanya mau mandi dan makan.

Aku memandang dari jendela, area rumah makan cukup luas, ada banyak bus berhenti di sana, mataku menemukan toko kecil di depan rumah makan. Aku jadi teringat dengan kebutuhanku akan minyak angin. Aku merutuki diriku sendiri, mengapa tadi aku tidak menitip untuk dibelikan minyak angin kepada Mas Bagas. Akhirnya kuputuskan turun dari bus, kuamati betul bus yang aku tumpangi, kuhafalkan nomor bus agar nanti aku tidak salah naik bus ataupun tidak ketinggalan bus.

Selesai membeli minyak angin, aku tak jadi naik ke dalam bus lagi karena semua penumpang keluar. Aku tentu tak mau menjadi satu-satunya penghuni di dalamnya, aku takut jika terjadi suatu kehilangan, nanti aku yang dituduh. Maka aku pun hanya duduk-duduk di bangku rumah makan yang ada di luar.

“Kok di sini Dik? Enggak makan?” tanya Mas Bagas menghampiriku.

“Masih kenyang kok. Oh ya Mas, ada toilet enggak di dalam?”

“Ada, ayo aku antar!” Mas Bagas memanduku hingga depan toilet. Setelah aku keluar dari toilet pun dia masih menungguku dengan setia.

Perjalanan dari Jakarta ke Solo teramat menyenangkan bersama Mas Bagas. Dia yang membukakan botol minuman ringanku ketika aku tak kuat membukanya. Dia membelikan aku tisu ketika tanganku kotor oleh tumpahan minuman. Dia menunjukkan kepadaku terang cahaya lampu di seputar daerah Semarang yang tampak memesona bak gemintang. Dia juga meminjamkan HP kepadaku agar bisa menelepon keluarga karena saat itu HP-ku sudah kolaps.

Dari semua kekagumanku akan sosoknya yang ramah, hanya satu yang membuatku tidak sreg. Dia sama sekali tak menjalankan salat selama menempuh perjalanan Solo-Jakarta padahal dua kali bus kami berhenti untuk istirahat.

****

 

“Aku menyesal dulu terlalu gegabah di masa mudaku, Dik. Dulu aku pernah jadi berandalan dengan kehidupan liar,” ucap sesal Mas Bagas kepadaku melalui sambungan telepon. Dia masih menyimpan nomor HP masku lalu mengirimkan SMS untuk meminta nomor HP-ku hingga akhirnya kami masih bisa berhubungan.

“Tapi dulu kamu tidak sampai mencoba minuman keras ataupun narkoba kan Mas?” tanyaku menyelidik.

“Jujur, kalau minuman keras aku pernah mencobanya tapi kalau narkoba tidak pernah sama sekali!”

“Alhamdulillah… kalau begitu.”

Suatu kali Mas Bagas bilang bahwa dia menyukaiku dan ingin menjadi suamiku. Katanya ia mengincar gadis saleha sepertiku yang berkerudung agar bisa menuntun dan membimbingkan ke jalan yang benar.



Ah, wanita saleha? Aku masih sangat jauh dari predikat itu. Aku memang sudah berkerudung tapi aku sadar sekali bahwa aku masih sangat banyak kekurangan dalam hal agama.

Memang, aku pernah mendengar bahwa berbagi ilmu agama sangat besar pahalanya namun sekali lagi aku tidak yakin mampu melakukannya. Aku bukan Ummu Sulaim yang begitu ikhlas dan tegas dalam hal mengajukan mas kawin keislaman kepada calon suaminya. Aku tak akan sehebat sahabat Nabi itu yang mampu membimbing pasangannya menuju Islam yang kaffah. Karenanya aku tak pernah berani menjanjikan apa-apa kepadanya. Aku hanya menyerahkan semuanya pada ketentuan Allah saja.

Aku dan Mas Bagas lama tak berhubungan karena putus kontak. Salah satu penyebabnya adalah pencopetan yang aku alami di Terminal Tirtonadi. Suatu kali, aku dipertemukan kembali dengan lelaki bertato itu dengan penampilan yang berbeda. Dia tak lagi bercelana jins. Ia tampak seperti pemuda yang saleh.

Kala itu Mas Bagas tak lagi sendiri namun ditemani oleh seorang wanita berkerudung cokelat di sampingnya. Dalam hati aku memuji kebesaran-Nya atas kuasa-Nya dalam memberikan hidayah kepada orang-orang yang dipilih-Nya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya