SOLOPOS.COM - JIlustrasi Jembatan Bacem di Telukan, Sukoharjo (Solopos/Dok)

Solopos.com, SUKOHARJO — Pembantaian para terduga anggota dan simpatisan PKI di Jembatan Bacem Sungai Bengawan Solo wilayah Telukan, Sukoharjo, pada 1965 menyisakan kengerian mendalam di hati masyarakat.

Sebab kejadian tersebut berlangsung cukup lama dan memakan jumlah korban yang tidak sedikit. Pada suatu hari warga pernah melihat ada tumpukan mayat korban pembantaian hingga 20 orang. Mayat-mayat itu menumpuk karena tak terbawa arus sungai yang dangkal.

Promosi Siap Mengakselerasi Talenta Muda, Pegadaian Lantik Pengurus BUMN Muda Pegadaian

Kengerian aksi pembantaian kala itu bertahan hingga bertahun-tahun setelahnya. Setidaknya itu yang dirasakan anak-anak di Telukan RT 002/RW 017 Grogol, Sukoharjo.

Baca Juga: Bukan Belasan, Pengurus Makam Muslim Polokarto Sebut Cuma 4 Batu Nisan yang Dirusak

Pemerhati sejarah Kota Solo dan sekitarnya, Heri Priyatmoko, yang tinggal tak jauh dari jembatan tersebut mengaku ingat betul aura wingit area bekas pilar penyangga Jembatan Bacem di Telukan, Sukoharjo, yang oleh warga setempat disebut “cincim”.

“Saat masih bocah, saya dan teman-teman sering berenang dan cari ikan di situ. Aura wingitnya terasa,” tutur lelaki kelahiran 1985 itu kepada Solopos.com, Senin (20/9/2021).

Padahal, lanjut Heri, saat itu sudah lewat belasan hingga puluhan tahun sejak terjadinya tragedi pembantaian puluhan anggota dan simpatisan PKI yang tanpa proses peradilan itu. Menurut Heri, aura wingit cincim Jembatan Bacem lama tersebut masih bertahan hingga sekarang ini.

Baca Juga: Sasaran Vaksinasi Covid-19 Sukoharjo Diperluas Ke Ponpes, Jukir, Hingga Sopir Angkot

Memori Kelam Berpuluh Tahun

Bila melihat bekas pilar jembatan tersebut, sebagian warga yang mengetahui peristiwa mengenaskan tahun 1965 masih terbayang kengerian saat itu. “Memori kelam berpuluh-puluh tahun yang menyertai cincim ini sukar digusur dari batok kepala,” urainya.

Kisah kelam peristiwa 1965 di Jembatan Bacem lama di Telukan, Sukoharjo, juga datang dari seorang perempuan yang tinggal tak jauh dari lokasi. Seusai peristiwa pembantaian 1965 di Jembatan Bacem, perempuan itu sering duduk sendirian di teras rumah. Ia baru saja ditinggal suami.

Baca Juga: Belasan Makam di Polokarto Sukoharjo Dirusak, Batu Nisan Pecah Berserakan

“Lelakinya tersandung tragedi politik 1965 dan dihilangkan nyawanya tanpa proses peradilan. Hampir tiap malam ia disatroni lelaki hidung belang yang hendak memperkosanya memanfaatkan cap hitam yang ditempelkan kepada almarhum suaminya,” ungkap Heri.

Perempuan itu berteriak meminta tolong apabila para lelaki hidung belang tersebut datang dan hendak menggagahinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya