SOLOPOS.COM - Jafar Sodiq Assegaf (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Srimulat  menjadi tonggak awal hiburan dengan bahasa Jawa yang berhasil menembus televisi nasional. Grup lawak yang dipelopori Teguh Slamet Rahardjo ini bukan hanya menyisipkan bahasa Jawa, namun juga membawa selera komedi masyarakat Jawa untuk skala yang lebih luas.

Srimulat awalnya sebuah kelompok pertunjukan kesenian panggung. Grup ini pertama-tama didirikan oleh Raden Ayu Srimulat dan Teguh Slamet Rahardjo dengan nama Gema Malam Srimulat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada awalnya Gema Malam Srimulat adalah kelompok seni keliling yang melakukan pertunjukan dari satu kota ke kota lain di Jawa Timur sampai Jawa Tengah. Grup ini beradaptasi dengan cara undur diri dari penampilan panggung dan lantas masuk ke layar kaca. Srimulat mulai diterima lewat guyonan khas yang spontan.

Saat Srimulat makin menguasai televisi nasional, muncul ketoprak humor. Pertunjukan lawak panggung yang dibawa ke televisi ini dibikin oleh penggawa Srimulat, Timbul, dan melambungkan nama Topan dan Leysus.

Ketoprak humor punya porsi hiburan berbahasa Jawa yang lebih besar. Saat Topan dan Leysus tampil di depan penonton dengan bahasa Indonesia bakal menjadi sebuah situasi komedi yang lucu lantaran tampak canggung.

Ketoprak humor sebetulnya lahir jauh dari suasana humor. Awalnya adalah Timbul, Tarsan, Doyok, Eko, Nurbuat, dan beberapa pelawak Srimulat yang nekat membuat apa saja yang bisa menghasilkan uang karena kontrak mereka dengan stasiun televisi Indosiar berakhir pada pertengahan 1998.

Mereka memilih ketoprak, lalu memberinya label humor. Setelah ditolak Indosiar, ide itu lalu dijual ke RCTI. Selama ditayangkan oleh RCTI, ketoprak humor menyabet tiga kali berturut-turut penghargaan Panasonic Awards sebagai program kesenian tradisional paling populer pada 2000, 2001, dan 2002.

Setelah ketoprak humor, komedi berbahasa Jawa sebetulnya tak begitu tampak lagi di televisi. Beberapa artis ”Jawa” yang berhasil  menguasai televisi nasional setelah era itu adalah Tukul Arwana dan Nunung.

Hiburan Jawa baru kembali mendapat tempat di masyarakat ketika Internet menjadi umum digunakan di telepon seluler. Bermula dari munculnya dubbing “Jawanan” pada 2007–2009 sampai  pada akhirnya kini “selera Jawa” menjadi kian meluas.

Ketika zaman telah berubah, Internet makin masuk ke kehidupan masyarakat, dan masyarakat semakin punya banyak pilihan tontonan, ”selera Jawa” menjadi kian kukuh. Saat ini di Youtube, selain komedi, musik berbahasa Jawa, khususnya dangdut, silih berganti mengisi kolom trending.

Deni Caknan, Ndarboy Genk, hingga Yeni Inka adalah artis yang banyak diajak berkolaborasi di  Internet. Kemunculan mereka karena pada beberapa tahun sebelumnya, penyanyi lagu pop Jawa Didi Kempot melambung di kalangan muda.

Didi Kempot menjadi viral saat lag-lagunya kembali diputar oleh kalangan muda. Sebagian di antara mereka memiliki memori lagu-lagu sang maestro itu pada masa lalu. Nasib komedi Jawa sebenarnya tak semoncer lagu-lagu pop berbahasa Jawa.

Meski begitu, komedi berbahasa Jawa juga mendapat tempat tersendiri. Guyon Jawanan (komedi Jawa) menjadi salah satu frasa kunci yang banyak dicari. Toni Belok Kiri dan sketsa bikinan Bakar Production adalah bagian yang berhasil menguasai tema guyon Jawanan.

Di tempat lain, sejumlah artis komedi ”Surabayanan” juga mendapat tempat. Ada Cak Ukil dari Nano Bukan Permen dan Woko Channel di Youtube. Ada pula Comedy Sunday yang digawangi komunitas stand up comedy dari Surabaya. Comedy Sunday punya konten khusus membahas istilah-istilah dalam bahasa Jawa bernama Jawa Jawa Jawa.

Posisi ”guyonan Jawa” di ruang digital bisa jadi karena sejumlah faktor. Pertama, tentu saja karena populasi masyarakat Jawa yang besar. Populasi ini bukan saja berkelompok di satu tempat, namun juga masuk di banyak komunitas masyarakat lain.

Hal ini yang membuat kultur masyarakat Jawa menjadi familier bagi kalangan masyarakat yang ”bukan Jawa”. Selain populasi yang besar, hal lain yang barangkali bisa menjadi faktor pendorong adalah karena bentuk komedi Jawa itu sendiri.

Lelucon yang berkembang atau dikembangkan masyarakat Jawa pada umumnya bersifat sederhana dan mudah diterima. Kesederhanaannya bisa dilihat dari model penuturan yang umumnya bisa diselesaikan dalam satu dua kalimat. Penonton bisa melihat kelucuannya dari gestur dan celetukan spontan.

Jenis komedi seperti ini berbeda dengan joke story telling yang memerlukan penjelasan situasi terlebih dahulu (set up) baru melempar punch line pada bagian akhir. Joke seperti ini biasanya dalam dunia stand up comedy disebut dengan istilah one liner.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Juni 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya