SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO—Pemberian bantuan peralatan digital printing senilai Rp170 juta kepada kelompok usaha bersama di Banjarsari, Solo dipertanyakan anggota Komisi III DPRD Solo Muh. Al Amin. Pasalnya, mesin tersebut dibeli dari Surabaya, padahal Solo Techno Park mampu memproduksi mesin digitial printing.

Al Amin saat ditemui solopos.com di ruang kerjanya, Senin (5/5/2014), menyarankan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Solo agar memberi bantuan yang padat karya, bukan padat modal. Pemberian bantuan tersebut diketahui Al Amin berdasarkan laporan kinerja Disperindag pada triwulan I 2014.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Bantuan hibah peralatan itu diberikan kepada kelompok usaha bersama Dasa Nama Digital Print Banjarsari. Kelompok usaha itu terdiri atas 10 orang yang sebelumnya mengikuti pelatihan usaha digital printing selama tiga bulan di Solo Techno Park (STP) pada 2013. Bantuan itu merupakan bagian dari kegiatan pengembangan inkubator teknologi dan bisnis 2014 dengan total anggaran Rp491,2 juta,” tegas Al Amin saat ditemui solopos.com, Senin siang, di ruang Komisi III DPRD Solo.

Berdasarkan laporan yang masuk ke Komisi III pada triwulan I, kata dia, Disperindag sudah merealisasikan kegiatan itu senilai Rp295,5 juta (60%). Menurut dia, dana Rp170 juta di antaranya dibelikan mesin digital printing dari Surabaya. “Padahal, STP sendiri sudah bisa membuat mesin digital printing itu. Kalau STP benar-benar bisa membuat alat itu, mengapa Disprindag tak membeli saja dari STP. Tapi, kenyataannya Disperindag justru mendatangkan alat itu dari Surabaya,” jelasnya.

Bila melihat pilihan Disperindag itu, terang dia, STP mungkin dianggap belum bisa memenuhi kualifikasi bantuan alat dari Disperindag. Selain bantuan itu, urai dia, Disperindag dalam laporannya juga memberi pelatihan keterampilan pembuatan lilin dan pelatihan broadcasting. Dia meminta program bantuan bermodal padat itu harus didampingi oleh pemeirntah agar mesin itu benar-benar bisa menghasilkan. Al Amin tidak ingin kelompok usaha itu berhenti di tengah jalan gara-gara kesulitan dalam biaya operasional mesin.

“Mesin itu mestinya untuk usaha kelas menengah ke atas karena biaya peralatannya mahal dan perawatannya juga mahal. Beban biaya perawatan seharusnya diserahkan kepada penerima bantuan. Selain itu, mesin itu membutuhkan daya sampai ribuan watt. Konsekuensinya kelompok usaha itu harus bisa menyesuaikan,” tutur Al Amin yang juga pengusaha percetakan itu.

Al Amin menilai bila bantuan hibah pemkot menyasar pada usaha menengah ke atas, maka sasaran penerima bantuan menjadi sedikit. Tetapi, bila menyasar usaha menengah ke bawah justru akan banyak usaha yang bisa terbantu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya