SOLOPOS.COM - Lambang KPK (dok. Solopos.com)

Solopos.com, JAKARTA -- Setelah heboh tes wawasan kebangsaan yang membuat Novel Baswedan dan puluhan pegawai KPK lainnya tak lolos sebagai ASN, kini ada hal lain yang disorot dalam proses perekrutan tersebut. Hal dimaksud adalah munculnya pertanyaan seputar doa qunut dalam salat.  Sejumlah pihak pun mengecam soal itu.

Pertanyaan itu diajukan dalam tes wawancara. Lantas, apa saja sebenarnya pertanyaan yang diajukan penguji?

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Ya ditanya subuhnya pakai qunut apa nggak? Ditanya Islam-nya Islam apa? Ada yang ditanya kenapa belum nikah, masih ada hasrat apa nggak?" ujar salah seorang pegawai KPK yang mengikuti tes., Rabu (5/5/2021).

Ekspedisi Mudik 2024

Atas pertanyaan itu, pegawai KPK mengaku heran. Ragam pertanyaan itu muncul saat sesi wawancara. "Ditanya kalau anaknya nikah beda agama bagaimana," sambungnya.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, merespons pertanyaan itu berpotensi membelah umat. Persoalan qunut, lanjut Anwar, adalah masalah furu'iyah. "Oleh karena itu, MUI menyarankan dalam hal yang terkait dengan adanya perbedaan dalam masalah furu'iyah kita harus bertoleransi. Untuk itu, lembaga negara dalam hal ini KPK harus menghormatinya," tutur dia.

Baca Juga: Kunut Ada di Soal Tes ASN KPK, Muhammadiyah: Untuk Mengukur Apa?

"Oleh karena itu, KPK dalam tesnya jangan membuat soal-soal yang masalahnya masuk ke dalam ranah yang memang dimungkinkan berbeda (majalul ikhtilaf). Karena membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain dalam hal tersebut berarti KPK telah tidak lagi menghormati konstitusi. Dan pandangannya jelas tidak sesuai dengan sikap dan pandangan MUI. Tapi bisa sejalan dengan pandangan kelompok tertentu dan bertentangan dengan kelompok tertentu lainnya," kata dia.

"Dan kalau sudah seperti itu yang terjadi maka KPK akan terseret menjadi lembaga negara yang memecah belah umat dan itu bertentangan dengan tugas dan misinya. Untuk itu saya meminta soal tersebut dianulir atau jawaban semua peserta yang di tes untuk nomor tersebut dinyatakan benar semua," kata dia.

Kritikan Muhammadiyah

Kritikan juga datang dari PP Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, mempertanyakan soal itu.

"Untuk mengukur apa, gitu? Apa mengukur dia kelompok tertentu gitu? Kalau qunut lulus, kalau tidak qunut tidak lulus, gitu?" kata Dadang kepada wartawan, Kamis (6/5/2021).

Baca Juga: Tes Wawasan Kebangsaan Gergaji Penyidik Kasus Kakap KPK?

Dadang mengatakan bacaan doa qunut dalam salat adalah salah satu praktik yang beragam dalam ajaran Islam. Dadang meminta agar hal itu dihormati.

"Ini (qunut) ikhtilaf, saling menghormati keyakinan praktik ibadah masing-masing, karena di tengah kaum muslimin memang banyak sekali praktik yang sangat berlainan dan itu dijamin oleh Allah. Kita harus saling menghormati satu sama lain," jelasnya.

"Oleh karena itu sebaiknya jangan dijadikan ukuran keislaman seseorang. Karena qunut subuh itu perkara sunah, mungkin ada yang tidak, ada yang iya," tambahnya.

Warga Muhammadiyah, kata Dadang, memang tidak mewajibkan qunut sebagai bagian dari salat Subuh, tapi tetap menghormati keyakinan atau pendapat yang lain. Dadang mengatakan setiap pendapat memiliki dalil yang diyakini sehingga tidak perlu dipersoalkan.

"Kalau memang itu benar ditanyakan, saya juga tidak pasti, saya kira tidak usah. Karena kelompok keagamaan itu kan bermacam-macam, orang yang moderat bermacam-macam juga, ada yang qunut ada yang tidak. Kalau ukurannya radikal dengan tidak radikal juga salah. Banyak orang yang tidak radikal yang tidak qunut, yang moderat," sebut Dadang.

Baca Juga: Tak Perlu Lagi Izin Dewas Lakukan Penyadapan, KPK Sambut Baik Putusan MK

Dadang meminta soal qunut itu harusnya tidak menjadi pertanyaan. Dadang menekankan pertanyaan itu bisa disebut sebagai memaksakan ideologi.

"Kalau menjadi pertanyaan kan memaksakan ideologi, seperti memaksakan kehendak. Yang disebut radikal itu kan yang memaksakan keyakinan pada orang lain," tuturnya.

Penjelasan KPK soal Tes

KPK telah menyampaikan hasil assessment tes wawasan kebangsaan pegawai KPK untuk alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN). Dari hasil asesmen itu sebanyak 75 orang pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pihaknya masih menunggu surat keputusan keluar melalui Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa mengenai hasil tes. Firli mengaku ingin menghormati hak asasi manusia dari para pegawai KPK itu.

"Kita ingin pastikan bahwa kita menjunjung hormati menegak hormati hak asasi manusia. Karena kalau kami umumkan, tentu akan berdampak kepada anak, istri, keluarga, cucu, besan, mertua, kampungnya di kampung halamannya. Kami bukan memiliki cara kerja kerja seperti itu," ujar Firli Bahuri dalam konferensi pers pada Rabu lalu.

Baca Juga: Usman Hamid: Tes Wawasan Kebangsaan Jangan Jadi Alat untuk Singkirkan Pegawai KPK Yang Berseberangan

Total ada 1.349 pegawai KPK yang mengikuti assessment itu. Mereka merupakan pegawai yang direkrut KPK secara independen melalui program 'Indonesia Memanggil'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya