SOLOPOS.COM - Tugu Kajen, titik 0 Km Kabupaten Pekalongan (Instagram/@pekalonganpost)

Solopos.com, PEKALONGAN — Sakpore adalah salah satu kata dalam Bahasa Jawa dialek Pekalongan yang populer  digunakan untuk mengungkapkan rasa kegauman. Secara harafiah, makna Sakpore adalah hebat atau keren.

Sebenarnya, kata sakpore ini bukan hanya digunakan di Pekalongan saja, beberapa kawasan lain di  pesisir utara Jawa Tengah juga menggunakan kata ini dengan makna sama, seperti di Kabupaten Pati dan Rembang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di Kabupaten Pekalongan, kata sakpore ini tertulis sebagai slogan dalam halaman Facebook  resmi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kota Pekalongan.

Dilansir dari laman Kemenkeu.go.id, Selasa (24/5/2022), selain berada di laman Facebook resmi KPKNL, kata sakpore juga banyak tertulis di berbagai tempat, seperti di gapura sebuah gang kampung, kios pedagang makanan atau warung hingga aplikasi pelayanan umum di Pekalongan.

Ekspedisi Mudik 2024

Merujuk salah satu sumber informasi, mantan Wali Kota Pekalongan, HM Saelany Machfudz, memaparkan makna dari kata “Sakpore” tersebut  yang diartikan sebagai hebat. Saat Saelany menjabat sebagai Wali Kota Pekalongan, dia memang beritikad untuk melestarikan dialek khas Pekalongan tersebut dan salah satunya menggunakan jargon-jargon khas dialek Pekalongan seperti sakpore.

Baca Juga: Kerap Bikin Bingung, Ini Beda Grobogan dan Purwodadi

Sakpore dan Sakpole

Dalam Bahasa Jawa standar atau dikenal dengan sebutan wewaton, kata Sakpore ini memiliki kemiripan dengan sakpole yang juga berarti sama, yaitu hebat. Hal ini kemungkinan ada penyesuaian pelafalan bagi penutur Bahasa Jawa di pesisir utara Jawa Tengah dengan masyarakat penutur Bahasa Jawa di Solo-Yogya.

Bagi KPKNL Pekalongan, jargon yang dipilih tentu saja juga menyelipkan doa-doia dan harapan bahwa KPKNL Pekalongan akan dapat terus mempertahankan cita-citanya menjadi salah satu instansi terbaik dalam melayani masyarakat.

Selain itu juga menjadi tempat bernaung yang nyaman dan penyemangat untuk pegawainya serta menjadi instansi yang konsisten untuk berkontribusi kepada negara.

Selain menggunakan jargon-jargon dalam dialek Pekalongan, salah satunya sakpore, Saelany juga menggelar lomba penulisan anekdot dengan dialek Pekalongan pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Pekalongan pada Maret 2019 silam.  Hal itu dilakukan untuk membangkitkan kembali dialek Pekalongan agar tidak terhapus oleh perkembangan zaman.

Baca Juga: Pesisir Pantura Jateng Langganan Rob, Terancam Tenggelam?

Pelestarian Dialek Pekalongan

Sementara itu, dialnsir dari Antaranews.com, Menurut Saelany, dialek Pekalongan ini sederhana dan berbeda dengan dialek kawasan pesisir pantai utara (Pantura) Jawa Tengah lainnya. Meskipun terdengar kasar, namun dialek Pekalongan ini bagian dari budaya yang harus dilestarikan penggunaannya.

Sementara itu, pemerhati kebudayaan Pekalongan, Zainal Muhibin mengaku ingin kembali mengangkat dialek asli Pekalongan yang sudah hampir dilupakan ini. Dia mengatakan ingin melestarikan budaya dialek tersebut sesuai dengan Undang-Undang 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Dia juga mengajak masyarakat Pekalongan untuk menggunakan dialek Pekalongan sebagai sarana berkomunikasi sebagai langkah awal dalam pelestarian budaya daerah. Namun sayangnya, sejak pandemi Covid-19 melanda dan peralihan kepemimpinan, lomba anekdot dengan dialek Pekalongan ini sudah tidak diadakan lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya