SOLOPOS.COM - Ikan hasil tangkapan dari Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri dalam proses penimbangan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Wuryantoro, Rabu (10/8/2022). Hasil tangkapan ikan di WGM Wonogiri terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. (Solopos.com/Luthfi Shobri M)

Solopos.com, WONOGIRI — Hingga pekan kedua Agustus 2022, ikan hasil tangkapan nelayan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri masih minim. Fenomena ini dinilai tak lazim karena Juli-Agustus biasanya menjadi musim panen bagi para nelayan.

Berdasar pantauan Solopos.com, Rabu (10/8/2022) pagi, minimnya hasil tangkapan nelayan di sekitar WGM tampak di tempat pendaratan ikan (TPI) Wuryantoro. Sejumlah nelayan memang masih mencari ikan di WGM namun hasilnya 2-3 kg saat tiba di TPI.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Salah satu warga yang juga anggota Kelompok Nelayan Mina Tirta Wuryantoro, Basuki, mengatakan, hasil ikan yang ditangkap dari WGM saat kondisi normal bisa mencapai 5-10 kg. Penghasilan nelayan saat memperoleh ikan sebanyak itu senilai Rp100.000-Rp150.000/hari.

Lantaran hasil tangkapan ikan saat ini 2-3 kg/hari, para nelayan hanya memperoleh penghasilan senilai Rp30.000-50.000/hari. Penghasilan itu belum termasuk biaya bahan bakar minyak (BBM) Pertalite senilai Rp8.000-9.000/liter. Setiap menyalakan mesin perahu, para nelayan pasti membutuhkan Pertalite.

Ekspedisi Mudik 2024

Biasanya, nelayan mulai memanen ikan saat Juli-Oktober. Curah hujan yang rendah sebagai imbas musim kemarau di waktu itu mendorong penyusutan air waduk. Saat penyusutan air terjadi, ikan-ikan akan lebih mudah ditangkap.

Baca Juga: Aset di Zona I Objek Wisata WGM Wonogiri Senilai Rp1,01 Miliar

“Tahun ini ada keterlambatan penyusutan air. Harusnya sejak Juli itu airnya [waduk] sudah banyak menyusut. Tapi mulai penyusutan baru beberapa hari ini [Agustus]. Prediksinya, mulai akhir Agustus atau September itu airnya mulai banyak menyusut,” ujarnya saat ditemui di TPI Wuryantoro, Rabu.

Selain faktor cuaca, menurut Basuki, banyaknya pemakai branjang saat menangkap ikan dan keberadaan tanaman gulma turut memengaruhi sulitnya nelayan mencari ikan di WGM. Dua faktor yang diakui berdampak menurunnya hasil tangkapan nelayan WGM itu terjadi sejak 2015.

Para nelayan hingga kini tak mengetahui cara menyingkirkan tanaman gulma yang ada di perairan WGM. Setahu mereka, saat tanaman dicabut di waktu air surut, tanaman itu kembali tumbuh saat air kembali naik.

“Mulai 2011-2015, ikan hasil tangkapan nelayan masih melimpah. Setiap nelayan bisa dapat 30 kg/hari. Setelah 2015, saat mulai marak pemakai branjang dan munculnya oset [tanaman gulma], dari tahun ke tahun hasil tangkapannya mulai menurun. Sebenarnya sudah ada larangan dan sanksi menggunakan branjang. Tapi, sanksi itu belum pernah dijalankan. Setelah ketahuan memakai branjang, alat itu disita tapi hukuman kepada pemiliknya tidak pernah diterapkan,” katanya.

Baca Juga: Ratusan Ribu Benih Ikan Disebar di WGM Wonogiri, Ini Daftar Sebarannya

Ketua Kelompok Nelayan Mina Tirta Wuryantoro, Maryadi, menerangkan, tanaman gulma di WGM terdiri atas tiga jenis, yaitu lain mimosa/oset, gulma air, dan rambut-rambutan. Dari tiga jenis tanaman itu, yang paling banyak adalah oset.

Selain ikan dapat bersembunyi di sela-sela oset, gulma berduri seringkali merusak alat tangkap milik nelayan.

“Saat alat tangkapnya rusak dan tetap digunakan mencari ikan, otomatis ikan hasil tangkapannya makin berkurang. Kecuali kalau nelayan yang modalnya tinggi. Begitu alat rusak tinggal membeli alat yang baru. Bagi nelayan yang modalnya tak banyak, bergantung pada alat seadanya. Itu yang memicu banyak nelayan alih profesi,” kata Maryadi.

Maryadi mengatakan jumlah anggota Kelompok Mina Tirta Wuryantoro bisa mencapai 90-an orang di tahun 2016. Jumlah itu terus menurun dari tahun ke tahun.

Baca Juga: Petani Ikan di WGM Tak Boleh Tambah Petakan Keramba, Ini Alasannya

“Pada 2022 ini, hanya sekitar 30-an nelayan yang aktif mencari ikan di WGM. Mereka pun tak lagi menjadikan nelayan sebagai profesi utama. Selain menjadi nelayan, mereka juga berprofesi sebagai petani atau peternak. Bahkan ada yang memilih menjadi buruh paruh waktu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya