SOLOPOS.COM - Arbi Sanit (Dok)

Solopos.com, JAKARTA–Sejumlah pengamat politik menyayangkan sikap Calon Presiden Prabowo Subianto terkait penarikan diri dan timnya dari prosesi Pemilihan Umum Presiden 2014.

Pengamat politik Arbi Sanit mengatakan harusnya Prabowo mampu menunjukkan sikapnya sebagai negarawan. “Harusnya Prabowo mengajukan keberatan melalui mekanisme yang ada, mengajukan gugatan hasil pemilihan umum presiden ke Mahkamah Konstitusi [MK]. Itu lebih terhormat,” katanya kepada Bisnis, Selasa (22/7/2014).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam pengajuan gugatan hasil pemilu ke MK, paparnya, lembaga negara tersebut akan menimbang gugatan hasil pemilihan umum presiden secara adil sesuai mekanisme yang berlaku.

Namun, menurut Arbi, menarik diri dari prosesi pemilihan umum adalah hak dari setiap pasangan calon meski bertentangan dengan aturan yang berlaku. “Selain itu, juga tidak mempengaruhi prosesi. Jadi silakan saja kalau menarik diri. Prosesi rekapitulasi harus dilanjutkan meski tanpa saksi Prabowo.”

Arbi meyakini, sikap tersebut hanya cerminan sikap pesimistis dari Prabowo. “Sekalipun mengajukan gugatan ke MK, selisihnya juga banyak. Jadi sangat sulit untuk menggoyahkan kemenangan kompetitor,” paparnya.
Jadi, jelas Arbi, meskipun sengketa hasil pemilihan umum presiden yang diajukan ke MK hanya akan memunculkan kesan dipaksakan menyusul selisih suara yang cukup signifikan.

Hal senada diungkap pengamat politik dari Universitas Gajah Mada Ari Dwipayana. “Secara tata negara, upaya menggugat hasil pemilihan umum presiden adalah hal yang wajar. Tapi harus diingat, selisih jumlah suara mencapai 6% atau setara dengan 8 juta pemilih jika 1% mewakili 1,8 juta pemilih,” katanya.

Dengan selisih suara tersebut, tutur Ari, calon presiden penggugat harus mengukur hasil yang akan dicapai. Tujuannya apa dulu. Itu yang harus ditentukan menyusul selisihnya lumayan besar, mungkin 3 kali jumlah suara Provinsi Bali atau 1 kali provinsi DKI Jakarta. “Jadi harus dipikir betul dampak positif dan negatifnya bagi rakyat.”

Penggiringan Opini

Selain itu, paparnya, rencana gugatan hasil pemilihan umum presiden itu harus disusun dan diajukan secara spesifik serta disertai dengan bukti-bukti pendukung yang kuat. “Dengan begitu, hasil sengketa yang diputus maksimal 14 hari setelah berkas diterima lengkap oleh MK bisa memuaskan penggugat.”

Namun yang dikhawatirkan adalah upaya gugatan yang akan diajukan tersebut cenderung hanya emosional saja. “Jangan sampai, saat MK menyidangkan yang terjadi hanya penggiringan opini untuk menekan kebijakan MK.”
Sebenarnya, kecurangan sudah bisa diminimalisasi oleh setiap saksi yang ada di tingkat paling bawah, tempat pemungutan suara (TPS). “Saksi di TPS sudah bisa menyampaikan keberatan jika terjadi kecurangan. Namun kenapa harus sampai ke MK.”

sementara itu, Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha mengatakan jika selisih suara antar pasangan hanya 1%—2% dianjurkan untuk menempuh jalur MK. “Namun jika selisih lebih dari angka tersebut, hasilnya akan sia-sia,” katanya.

Sependapat dengan Mahfud MD, yang notabene adalah Ketua Tim pemenangan pasangan Prabowo-Hatta, upaya untuk mendulang suara melalui mekanisme keputusan MK dengan selisih lebih dari 2% sangat sulit. “Itu paparan dari Mahfud yang sudah berpengalaman memimpin MK,” jelas Hanta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya