SOLOPOS.COM - Calon presiden nomor urut 1 Prabowo Subianto dan tim sukses serta pendukung setianya menanggapi rekapitulasi suara Pilpres 2014 (Endang Muchtar/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Prabowo Subianto menolak pelaksanaan Pilpres 2014. Prabowo pun bakal mengambil langkah hukum dan politik untuk menggugat hasil Pilpres 2014 yang memenangkan Jokowi-JK. Sekretaris Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Fadli Zon, melalui siaran pers pada Selasa (22/7/2014) membenarkan hal itu.

“Tim Pembela Merah Putih Prabowo-Hatta akan melanjutkan perjuangan membela demokrasi dengan menempuh langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi, DKPP, adapun kasus yang ada indikasi pidana dilaporkan kepada kepolisian, selanjutnya langkah politik melalui DPR Rl dan lembaga-lembaga terkait,” kata Fadli.

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

Fadli tidak membeberkan secara rinci langkah apa yang bakal diambil Prabowo untuk menggugat hasil Pilpres. Namun salah seorang anggota Tim Sukses Prabowo-Hatta mengatakan kepada Detik soal delapan langkah dan satu jalur darurat yang disiapkan Prabowo. Delapan langkah itu adalah:

Ekspedisi Mudik 2024

1. Menggugat hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
2. Melaporkan dugaan pelanggaran etik KPU ke DKPP.
3. Melaporankan ke Bawaslu.
4. Melaporkan kecurangan Pemilu ke kepolisian.
5. Melaporkan ke Ombudsman.
6. Melaporkan ke PTUN untuk membatalkan keputusan KPU.
7. Manuver politik di DPR yakni dengan menggulirkan Pansus Pilpres untuk mengavaluasi kinerja KPU, sampai mencoba ‘mengganggu’ pelantikan Jokowi-JK dengan cara membuat sidang pelantikan Jokowi-JK tidak kuorum.
8. Class action atau gugatan yang ramai-ramai dilakukan masyarakat.

Anggota Tim Sukses Prabowo-Hatta dari PPP, Romahurmuziy, hanya mau bicara soal langkah pertama yang bakal ditempuh Prabowo-Hatta. “Yang pertama lapor ke MK sore ini,” kata politikus muda yang akrab disapa Romi ini.

Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, mengatakan, selain gugatan di MK, ada pertarungan politik yang mungkin harus dihadapi Jokowi. Dengan komposisi kursi DPR yang lebih didominasi oleh partai-partai pendukung Prabowo, yaitu sebanyak 353 kursi, maka menjadi tidak mudah bagi parpol pendukung Jokowi yang hanya memiliki 207 kursi menggelar sidang paripurna MPR untuk melantik Jokowi. Sebab pelantikan Presiden harus dilakukan oleh MPR.

“Kalau parpol koalisi Prabowo sampai menolak menggelar sidang paripurna sehingga MPR tidak bisa bersidang, maka PDIP, PKB, Partai Nasdem, dan Partai Hanura harus berjuang dengan cara yang lain, yaitu dengan menggelar sidang paripurna DPR untuk melantik Jokowi. Itu mekanisme pelantikan atau pengangkatan sumpah Presiden terpilih apabila MPR tidak dapat bersidang,” ujar dia.

Masalahnya adalah, lanjutnya, kalau DPR ternyata juga tidak dapat bersidang karena parpol koalisi Prabowo tetap menolak, maka peluang terakhir untuk melantik Jokowi sebagai Presiden adalah dengan menghadirkan pimpinan MPR. Itu mekanisme pelantikan dalam kondisi terburuk menurut Pasal 162 ayat (3) UU Pilpres.

“Jadi, jika MPR tidak dapat menggelar sidang paripurna untuk melantik Presiden dan wakil Presiden terpilih, alternatifnya adalah dengan menggelar sidang paripurna DPR. Tetapi kalau DPR juga tidak bisa menggelar sidang paripurna, maka pelantikan dilakukan di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung,” kata dia.

Kalau pimpinan MPR nantinya didominasi oleh partai koalisi pendukung Prabowo yang lagi-lagi menolak untuk melantik Jokowi, maka di sinilah akan muncul malapetaka politik, karena rakyat sebagai pemilik suara akan bertindak. “Sungguh saya tidak bisa membayangkan jika kondisi itu benar-benar terjadi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya