SOLOPOS.COM - Presiden ke-6 RI, SBY, Salat Maghrib Berjemaah dengan Prabowo dan Jokowi beberapa waktu lalu. (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Solopos.com, JAKARTA — Langit masih bergayut awan mendung saat roda Lexus Putih bernomor polisi B LX570 GRD itu berhenti di pelataran depan Istana Negara, Jakarta, Minggu (20/7/2014). Seorang pria bergegas keluar dari dalam mobil tersebut. Kemeja putih dan sebuah peci hitam terpasang di atas kepalanya.

Belum juga beberapa langkah, belasan wartawan dan kamerawan televisi yang telah menanti sedari tadi langsung mengerubungi. Tapi langkahnya tak surut maupun melambat. Sambil memasang senyum di wajah, ia tetap bergegas menuju pintu masuk gedung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kehadirannya memang sudah dinanti-nanti. Tidak saja oleh para kuli tinta, tetapi juga oleh para pembesar yang telah berada di dalam gedung Istana Negara. Ketika itu waktu menunjukkan pukul 17.10 WIB. Terlambat sekitar 10 menit dari jadwal. Sedianya acara dimulai pada pukul 17.00 WIB.

Di dalam gedung bersejarah yang menjadi bagian Kompleks Istana Kepresidenan, Prabowo Subianto, pria yang baru datang itu, langsung disambut sang tuan rumah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sejumlah tokoh penting telah menunggu. Ada Wakil Presiden Boediono. Para pimpinan Lembaga Negara. Juga para menteri dan pejabat tinggi Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 yang dipimpin oleh SBY.

Para kandidat yang berlaga di ajang pemilihan umum presiden (Pilpres) 2014 juga telah menanti. Mereka adalah pasangan capres-cawapres bernomor urut 2 Joko Widodo dan Jusuf Kalla, serta cawapres bernomor urut 1 yang merupakan pasangan Prabowo, Hatta Rajasa.

Prabowo adalah salah satu tamu kunci dalam acara silaturahmi dan buka bersama yang digelar Kepala Negara di rumah dinasnya. Satunya lagi tidak lain adalah Jokowi (sapaan akrab Joko Widodo).

Jika bukan karena mereka berdua, yang sedang “asik” bersaing hangat dalam ajang Pilpres 2014, Presiden SBY mungkin tidak akan menggelar acara silaturahmi berbungkus buka puasa bersama di gedung bersejarah tempat terjadinya berbagai peristiwa penting tersebut.

Tujuannya jelas, agar keduanya dapat duduk satu meja sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil pemungutan suara yang berlangsung pada 9 Juli 2014. Apalagi, undangan sebelumnya yang datang dari Ketua DPD Irman Gusman kepada kedua pasang capres-cawapres untuk berbuka bersama sambil bersilaturahmi, tidak digubris.

Hal itulah yang mendorong Presiden SBY menerima usul untuk jadi fasilitator pertemuan informal antara kedua capres. Ia dan sejumlah pimpinan lembaga negara yang sempat bertemu dua hari sebelumnya, ingin ada pertemuan antara kedua capres untuk menekan suhu politik yang sempat memanas pasca pemungutan suara.

SBY ingin kedua belah kubu dapat membantu menciptakan suasana damai dan kondusif menjelang, selama, dan setelah pengumuman hasil pemilu. Hal itu bukannya tanpa sebab. Sebabnya, sejak sore hari pemungutan suara, kedua kubu saling klaim kemenangan masing-masing. Baik kubu Prabowo – Hatta maupun kubu Jokowi – JK sama-sama menyatakan diri sebagai pemenang pilpres. Membuat suhu politik memanas.

Sikap saling klaim ini lah yang menjadi sorotan SBY – yang telah dua kali memenangkan ajang serupa, yakni pada Pilpres 2004 dan Pilpres 2009. Tercatat beberapa kali sudah SBY mengingatkan kedua kubu untuk tidak saling klaim, untuk sabar menunggu pengumuman 22 Juli 2014, dan untuk siap menerima apapun hasil pengumuman.

Petang itu, sebelum adzan Magrib tanda buka puasa berkumandang, SBY kembali mengingatkan pesannya. Dia mengingatkan betapa penting dan berharganya kesatuan dan persatuan sebagai bangsa bagi bangsa Indonesia.

“Harganya sangat mahal jika bangsa terpecah. Untuk menyatukannya kembali bukan suatu yang mudah,” ujar SBY sambil merujuk konflik antar bangsa yang terjadi baru-baru ini, baik di Gaza – Palestina, maupun konflik antara Rusia – Ukraina.

Di sini, terlihat jelas peran SBY sebagai Kepala Negara, sebagai orang nomor satu dan paling berpengaruh yang dapat menjadi penengah dan mendinginkan perseteruan di antara dua calon penggantinya itu. Dan petang itu, SBY pun mempertemukan keduanya dalam satu meja. Prabowo dan Jokowi duduk mengapit SBY. Prabowo di sebelah kanan sang Kepala Negara. Jokowi di sebelah kiri.

Masih di meja yang sama, tepat di kursi di hadapan SBY, Wakil Presiden Boediono duduk diapit oleh Cawapres Hatta dan Kalla. Hatta di sebelah kanan. Kalla di sebelah kiri. Di kursi-kursi lainnya di antara mereka, duduk antara lain Ketua DPD Irman Gusman, Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Ali, dan Ketua MA Hatta Ali.

Sementara itu, pejabat-pejabat lainnya duduk di meja-meja terpisah. Ada Ketua MK Hamdan Zoelva, Ketua Badan Pengawas Pemilu Muhammad, ada Menko bidang Polhukam Djoko Suyanto, ada Panglima TNI Jenderal Moeldoko, ada Kapolri Jenderal Sutarman, serta menteri-menteri KIB 2.

Lukisan-lukisan besar para pendahulu pimpinan bangsa terpajang megah pada dinding aula yang menjadi tempat berlangsungnya acara. Mulai dari Presiden pertama RI, sang Proklamator, Soekarno, hingga sang anak yang menjadi Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarno Putri.

Bersambung: Rasa Canggung, Es, Salat Berjamaah

Agak Canggung

Awalnya, suasana di meja utama itu agak canggung. Baik Prabowo, Jokowi, maupun sang tuan rumah Presiden SBY terlihat tidak banyak berbicara. Apalagi semuanya mendengarkan ceramah yang disampaikan oleh Staf Khusus Presiden bidang Publikasi dan Dokumentasi, Ahmad Yani Basuki.

Dalam ceramahnya, Ahmad Yani mengingatkan pesan Rasulullah SAW bahwa pemimpin akan datang dan pergi. “Tidak perlu ada kegaduhan. Yang penting kemauan dan kemampuan untuk menjaga yang baik dan memperbaiki yang buruk,” pesannya.

Namun demikian, suasana yang sempat kaku di awal itu lama-lama mencair juga. Terutama setelah azan berkumandang dan hidangan disajikan. Yang terlihat memulai adalah Irman Gusman yang duduk di antara Kalla dan Sidarto. Kemudian SBY dan Kalla menyambut, disusul yang lain. Suasana pun menjadi cair.

“Yang bikin dingin ya esnya tadi,” ujar Jokowi berseloroh saat ditanyai oleh wartawan tentang penyebab cairnya suasana. “Ini mungkin pertemuan yang informal. Makanan yang disajikan pun enak-enak. Ada nasi tunjang dan lain-lain. Prabowo bilang dia kurang 3 kg, saya 5 kg. Jadi kami ketawa-ketawa aja,” ujar Irman Gusman.



Tidak lama setelah menyantap hidangan, para tokoh itu pun menggelar shalat magrib berjamaah. Para tokoh yang “berseteru”dan yang berusaha “mencomblangkan” itu pun berdiri berjajar di shaf pertama tepat di belakang imam.

Kembali, SBY diapit oleh Prabowo di sebelah kanan dan Jokowi di sebelah kiri. Dan, Boediono diapit oleh Hatta di sebelah kanan dan Kalla di sebelah kiri. Tokoh-tokoh yang hadir di meja yang sama turut mengisi shaf pertama tersebut.

Tidak terlihat perseteruan maupun saling serang seperti yang dilontarkan kedua kubu yang hangat menghiasi beragam jenis media berbagai platform dalam beberapa waktu terakhir. Kini, tinggal hitungan jam saja sampai tiba saatnya KPU mengumumkan secara resmi hasil pemungutan suara. Proses rekapitulasi perolehan suara sementara secara nasional masih terus berlangsung.

Namun, tadi malam, saat melihat para tokoh yang berseteru dan melihat tokoh-tokoh penting lainnya – termasuk Kepala Negara, mengupayakan perdamaian, juga saat melihat mereka berjejer bersama di menghadap Sang Pencipta untuk shalat dan berdoa, paling tidak terbetik secuil harapan, bahwa proses penggantian kepemimpinan dari SBY kepada siapapun penggantinya nanti bisa berjalan damai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya