SOLOPOS.COM - Ilustrasi penelitian (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Hasil penelitian, Kemenristek dan Dikti menyatakan baru 25 persen per tahun hasil riset bisa diterapkan ke masyarakat.

Solopos.com, JAKARTA–Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) Muhammad Dimyati mengatakan hasil riset yang benar-benar bisa diterapkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat hanya sekitar 25 persen setiap tahunnya.

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

“Jumlah proposal yang masuk ke kita setiap tahun sekitar 30.000, tetapi yang bisa dibiayai hanya sekitar 12.500. Dari jumlah itu, yang benar-benar bisa dirasakan manfaatnya untuk masyarakat hanya sekitar 25 persen,” ujar Dimyati di Jakarta seperti dilansir Antara, Jumat (19/2/2016).

Selain permasalahan sedikitnya riset yang bermanfaat bagi masyarakat, Indonesia juga masih membutuhkan 200.000 peneliti di berbagai bidang agar dapat bersaing dengan negara lain.

Saat ini sumber daya manusia ilmu dan pengetahuan, khususnya peneliti Indonesia yang terdaftar di LIPI hanya berkisar 8.000 orang dan 16.000 peneliti bekerja di perguruan tinggi. Sedangkan peneliti yang berada di bawah naungan institusi swasta, belum dapat dipastikan jumlahnya.

“Jumlah peneliti tersebut tentu saja terlalu kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mendekati 240 juta jiwa,” terang dia.

Sebagai perbandingan, Belarusia sebuah negara kecil di Eropa memiliki 36 peneliti per 10.000 penduduk. Sementara Indonesia masih pada komposisi satu peneliti per 10.000 penduduk.

Salah satu perhatian khusus yang perlu didukung untuk memperkuat kuantitas dan kualitas penelitian adalah infrastruktur.

“Indonesia harus mengedepankan infrastruktur, mengingat seorang peneliti harus berada dekat objek penelitian dan dengan komunitas untuk mendiskusikan letak permasalahannya tanpa halangan pekerjaan lain.” Permasalahan utama yang terjadi saat ini adalah mekanisme penyusunan laporan pertanggung jawaban keuangan yang rumit serta menyulitkan para peneliti dalam melakukan riset.

“Oleh karena itu, kami melakukan diskusi dengan Kementerian Keuangan agar laporan pertanggungjawaban para peneliti yang menggunakan dana negara tidak berbasis perjalanan dinas tetapi berbasis hasil.”

Cara tersebut, lanjut Dimyati, merupakan cara pertanggungjawaban yang mengkonversi penggunaan keuangan ke luaran penelitian yang diperoleh. Kunci dari metode ini adalah standarisasi nilai luaran penelitian dalam bentuk uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya