SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA– Ditengah-tengah pembahasan Revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ( RUU MD3) oleh Badan Legislasi DPR, muncul adanya usulan agar posisi Pimpinan DPR tidak otomatis diberikan kepada partai politik pemenang pemilu, tetapi usulan itu tidak sepenuhnya disepakati oleh setiap Fraksi di DPR.

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai partai pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) menyatakan keberatan dengan usulan tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Eddy Mihati mengatakan ada oknum tertentu yang tidak senang dengan kemenangan PDIP pada Pileg 2014 kemarin, sehingga berupaya menghalangi PDIP untuk mendapat posisi Ketua DPR.

“Yang jelas itu merupakan upaya pemasungan, kenapa baru sekarang mereka mengemukakan gagasan itu dengan akal-akalan dan argumen yang tidak logis,” kata Eddy kepada Bisnis, di Jakarta, Jumat (6/6/2014).

Hal serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto. Dia menilai pemilihan Ketua DPR melalui sistem voting sangat beresiko, karena berpotensi menimbulkan kericuhan yang disebabkan persaingan antar fraksi yang berebut untuk mendapat posisi tersebut.

“Tidak bisa sembarangan memilih Ketua DPR, bagaimana kalau DPR sampai dipimpin oleh anak baru yang tidak mengerti kedewanan, tetapi malah terpilih karena politik uang,” kata Bambang.

Oleh karena itu, dia menyarankan agar mekanisme pemilihan Ketua DPR diberikan kepada parpol pemenang pemilu untuk tetap dipertahankan, sebab UU MD3 menegaskan bahwa posisi Ketua DPR secara otomatis diberikan kepada partai politik pemenang pemilu.

“Pembahasan RUU MD3 sudah memasuki tahap final, dan saya kira akan masih sama seperti periode sebelumnya, parpol pemenang pemilu otomatis jadi Ketua DPR,” ujarnya.

Adapun, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nurwahid mengatakan pihaknya menyetujui usulan pemilihan Ketua DPR dilakukan secara terbuka. Dia mengatakan aturan mekanisme bahwa parpol pemenang pemilu otomatis mendapatkan posisi Ketua DPR ini baru diterapkan pada 2009 lalu dan diatur dalam UU No.27/2009 yang mengatur tentang Susunan Kedudukan (Susduk) MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Oleh karena itu, dia berpendapat akan lebih demokratis, apabila idealnya setiap fraksi dapat mengajukan beberapa nama untuk diajukan sebagai kandidat Ketua DPR yang nantinya akan dipilih oleh sesama Anggota DPR.

“Karena Anggota DPR dipilih oleh rakyat, maka wajar saja kalau pimpinan wakil rakyat dipilih oleh sesama wakil rakyat, sistem itu lebih demokratis dibandingkan dengan otomatis jadi Ketua DPR,” kata Hidayat.

Sementara itu, Anggota DPR Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengimbau PDIP selaku partai pemenang pileg untuk tidak menyalahkan Partai Demokrat. Menurutnya, usulan perubahan mekanisme penetapan Ketua DPR itu pertama kali dicetuskan oleh Fraksi Partai Gerindra.

“Aku mohon jangan salahkan Demokrat, kami disini posisinya netral dan tidak ada kepentingan, hanya kebetulan saja ketua pansusnya anggota dari Demokrat (Benny K. Harman), tetapi gagasan ini pertama kali muncul dari Gerindra,” jelas Ruhut.

Ruhut mengungkapkan bahwa usulan tersebut sebenarnya pernah terjadi ketika Partai Demokrat memenangkan pemilu pada tahun 2009 lalu, hanya saja usulan tersebut tidak dapat direalisasikan karena Demokrat dan partai koalisinya menguasai hampir separuh suara di DPR.

Sebelumnya, Anggota DPR Komisi II dari Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin juga mengatakan mayoritas fraksi telah menyetujui usulan agar parpol pemenang pemilu tidak otomatis mendapatkan posisi Ketua DPR. Menurutnya, diantara 9 fraksi yang ada di DPR saat ini, hanya satu fraksi yang menyatakan menolak usulan tersebut, yaitu Fraksi PDIP.

UU Nomor 27/2009 tentang MD3, Pasal 82 (1) menyebutkan bahwa Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR.

Selanjutnya, pada pasal 82 (2) menyatakan bahwa Ketua DPR ialah Anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR. Kemudian pasal 82 (3) menyatakan Wakil Ketua DPR ialah Anggota DPR yang berasal dari partai poliitk yang memperoleh kursi terbanyak  kedua, ketiga, keempat dan kelima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya