Jakarta–Hasil kesepakatan pertemuan para kepala negara anggota G20, khususnya mengenai solusi penanganan persaingan devaluasi atau ‘perang mata uang’ dinilai masih normatif.
Setidaknya jika dibandingkan dengan kesepakatan-kesepakatan lainnya, masalah solusi perang mata uang ini belum memiliki kerangka waktu capaian yang jelas dan tegas.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
“Saya kira baik, kesepakatan yang dicapai memang bukan mudah, tak memuaskan semua pihak. Memang beberapa masih normatif misalnya soal masing-masing negara harus fleksibel dalam nilai tukarnya, itu sampai kapan waktunya?,” kata Ekonom Anggito Abimanyu, Minggu (14/11)
Secara keseluruhan Anggito berpendapat hasil pertemuan G20 di Korea Selatan dengan segala macam kekurangannya, sudah tak mengawang-ngawang. Yaitu paling tidak ada kesepakatan antar kepala negara G20 untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dunia yang tumbuh stabil dan berimbang.
“Tapi kalau saya melihatnya sudah lumayan, memang tak seperti di 2008-2009 itu progresif, sekarang banyak perbedaan pendapat,” katanya.
Menurut Aggito, ia kurang setuju dengan istilah perang mata uang. Hal ini karena negara-negara di dunia belum memiliki kebijakannya yang sama dalam hal kebijakan nilai tukarnya.
Anggito juga menuturkan setidaknya melalui pertemuan G20 kemarin sedikit banyak telah mengkonfirmasi kesepakatan pertemuan G20 sebelumnya seperti di Pittsburgh.
Antaralain mengenai kesepakatan mencapai pertumbuhan ekonomi dunia yang seimbang, termasuk bagaimana soal rasio beban hutang bisa dikurangi. Selain itu soal upaya pencegahan krisis dunia termasuk program mereformasi IMF sehingga bisa memberikan keyakinan negara-negara di dunia.
Diberitakan sebelumnya para pemimpin dunia yang tergabung dalam G20 berjanji untuk membiarkan nilai tukar bergerak sesuai mekanisme pasar. Mereka berjanji untuk menghindari persaingan devaluasi.
Konferensi G20 tingkat kepala negara berlangsung 11-12 November 2010 di Gedung Convention and Exhibition (COEX), Seoul Korea Selatan.
dtc/tiw