SOLOPOS.COM - Hartati Murdaya saat menjalani pemeriksaan KPK. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Hartati Murdaya saat menjalani pemeriksaan KPK. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA —  Terdakwa kasus suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) lahan perkebunan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, Siti Hartati Murdaya terancam hukuman maksimal lima tahun penjara. Mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat ini di dakwa memberikan uang Rp 1 miliar dan Rp 2 miliar kepada Bupati Buol, Amran Batalipu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Perbuatan terdakwa diatur dan diancam dalam pasal 5 ayat 1 huruf a undang-undang (UU) 31 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau kedua pasal 13 UU 31 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ujar Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Efa Yustisiani di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/11/2012).

Menurut Jaksa, Hartati selaku Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation (HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (CCM) baik secara sendiri-sendiri dan bersama-sama dengan Direktur Operasional PT HIP, Gondo Sudjono dan Yani Asnhori selaku General Manager PT HIP serta Arim dan Totok Lestiyo Direktur PT HIP di pusat niaga Pekan Raya Jakarta (PRJ), Grand Hyatt, gedung PT CCM, rumah dan vila milik Amran melakukan perbuatan memberi uang Rp1 miliar dan Rp2 miliar kepada penyelenggara negara.

Tujuan pemberian uang tersebut agar Amran buat surat untuk Gubernur Sulawesi Tengag untuk bikin rekomendasi izin usaha perkebunan (IUP) dan rekomendasi kepala badan pertanahan nasional (BPN) untuk pengurusan hak guna usaha (HGU) atas tanash seluas 4500 hektar atau sisa 75.000 yang belum punya izin sehingga tidak diambil PT Sonekeling.

“Terdakwa memerintahkan Arim untuk bikin surat izin dan rekomendasi dengan tanggal mundur 21 Mei 2012 yang tertanda Totok, Arim dan Gondo diantar ke Amran di showroom tiga berlian Yos Sudarso,” papar Jaksa.

Menurut Jaksa, Amran mau membantu bila sudah menerima uang tersebut. Selanjutnya Arim mengirim faks ke Yani agar membuat rancangan awal atau draft HGU untuk minta tanda tangan Amran dan tim lahan.

Pada 21 Juni di gedung PT CCM, Jakarta Honda dan Arim menyiapkan uang Rp 2 miliar untuk Amran. Uang tersebut diserahkan secara terpisah.

Sebanyak Rp500 juta ditransfer ke rekening bank mandiri atas nama Gondo, Rp500 juta di transfer ke rekening bank mandiri atas nama Dedek Kurniawan, Manajer Keuangan PT HIP, Rp250 juta di transfer ke rek BNI atas nama Sri Sirithon diserahkan ke Yani, Rp250 juta transfer ke rekening BRI atas nama Benhard Rudolf, Kepala bagian finance dan pay roll PT HIP diserahkan ke Yani, dan Rp500 juta dibawa tunai Gondo.

Keesokan harinya, 22 Juni 2012, Yani menghubungi Amran lewat telepon dan mengatakan memberikan titipan dari terdakwa disuruh ke vila. Di vila tersebut Amran diberikan ‘titipan dari terdakwa’.

“Memberikan dalam dua bungkus kardus “ini titipan dari terdakwa”. Amran perintahin karyawan untuk masukin ke mobil, selanjutnya mereka ditangkap KPK. Terdakwa berikan uang dengan maksud supaya amran terbitin izin lokasi, surat rekomendasi agar terbitin IUP dan kepala badan Agraria,” jelas Jaksa.

Usai pembacaan dakwaan, penasihat hukum Hartati, Denny Kailimang meminta izin kepada majelis hakim untuk izin keluar terdakwa menjalani perawatan karena sakit. Selain itu Denny juga meminta pembatalan pemblokiran rekening karena dianggap ada kaitannya dari hasil korupsi.

“Sedangkan dakwaan hanya dari pasal 5, jadi kebutuhan-kebutuhan dari uang yang ada di rekening untuk pembangunan rumah sakit, donasi bulanan kepada biksu dan kegiatan bakti sosial dan dana yayasan. Saya harap majelis dapat mempertimbangkan karena sudah lama kami minta ke penyidik,” imbuh Denny.

Permintaan yang sama juga disampaikan oleh terdakwa Hartati yang menegaskan bahwa uang yang berada dalam rekening tersebut tidak ada hubungan dengan PT HIP. Ia pun mengklaim pemblokiran rekening ini menganggu operasi rutin terutama pabrik karena buruh tetap harus dibayar.

“Ini menyangkut puluhan ribu karyawan, saya punya tanggung jawab moral, padahal tidak tersangkut masalah Buol sama sekali. Mohon kebijakan majelis hakim agar saya bisa memenuhi kewajiban, terutama pabrik karena buruh tetap harus dibayar,” paparnya.

Sementara Ketua Majelis Hakim, Gusrizal mengatakan akan mempertimbangkan mengenai pencabutan pemblokiran rekening pada sidang selanjutnya. Baik Hartati maupu penasihan hukum tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan. Adapun sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis, (6/12/2012) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya