SOLOPOS.COM - Ilustrasi penderita stroke (Freepik)

Solopos.com, SOLO-Berdasarkan data, satu dari 10 kasus stroke di Indonesia dipicu oleh kebiasaan merokok. Padahal setiap 29 Oktober kita selalu memperingati Hari Stroke Sedunia, namun masih kecil sekali kepedulian untuk mencegah serangan ini.

Plt Direktur Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes, Elvieda Sariwati, mengatakan berdasarkan data Riskesdas 2018, satu dari 10 kasus stroke terjadi akibat kebiasaan tak sehat tersebut. Stroke adalah kondisi terjadinya gangguan atau berkurangnya pasokan darah ke otak, bisa disebabkan akibat penyumbatan disebut stroke iskemik atau pecahnya pembuluh darah disebut stroke hemoragik.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Selain itu hasil studi China juga mengungkap perokok menderita stroke berisiko tinggi mengalami stroke berkali-kali, jika tidak berhenti merokok. Dalam penelitian di China itu, menggandeng 3.069 penyintas stroke, dan didapati 1.475 atau 48 persen penyintas masih aktif merokok. Di antara yang aktif merokok, sekitar 908 penyintas atau 62 persen kembali alami stroke berulang.

“Satu dari 10 kasus stroke disebabkan merokok. Apalagi 29,3 persen penduduk berusia 15 tahun merokok, dan perokok remaja di Indonesia berjumlah 9,1 persen,” ujar Elvieda saat konferensi pers seperti dikutip dari Suara.com, Kamis (28/1/2021).

Baca Juga: Ini Dia Juri Festival Film Indonesia 2021, Siapa Saja?

Saat ini, Kemenkes mentargetkan pada 2025 mendatang, Indonesia berhasil menurunkan konsumsi tembakau sebesar 30 persen. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian 2018 oleh periset Inggris yang menganalisis lebih dari 140 penelitian, dan menemukan sebatang rokok setiap harinya meningkatkan 50 persen risiko serangan stroke, bahkan meningkatkan 30 persen risiko mengidap stroke dibanding yang tidak merokok.

“Prevalensi stroke di Indonesia sendiri berdasarkan riskesdas 2018, bahwa secara nasional, 10,9 persen prevalensi stroke di Indonesia,” ungkap Elvieda.

Di sisi lain organisasi kesehatan dunia atau WHO dengan berani memprediksi jika satu dari empat orang di dunia akan mengalami stroke, sedangkan 5,5 juta orang di dunia per tahun meninggal akibat stroke, dan 116 juta tahun produktif hilang karena stroke. Pasien yang mengalami stroke memiliki rentang pertolongan pertama hanya 4,5 jam setelah serangan stroke terjadi. Hal itulah mengapa pasien stroke memerlukan penanganan ekstra cepat.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi), Dr. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K) mengatakan rentang waktu tersebut juga bukan waktu pasien baru tiba ke rumah sakit, tapi pasien sudah mendapat pengobatan.

Baca Juga: Hilangkan Kecemasan dengan Hipnotis 5 Jari, Begini Caranya

“Yang repotnya di sekitar kita masih ada budaya, orang stroke di jakarta telepon anaknya di Irian, ini bagaimana? Padahal sudah terlalu lama. Kalau ada serangan bawa segera ke rumah sakit,” ujar Dodik dalam acara peringatan Hari Stroke Sedunia, Kemenkes, Kamis (28/10/2021).

Dodik mengungkap, jika pasien stroke tidak mendapatkan penanganan selama lebih dari 6 jam, makan kondisi otak pasien berisiko mengalami kerusakan nyaris setengah bagian.

Kondisi inilah yang menyebabkan kecacatan, bahkan hingga menyebabkan kematian otak pada pasien stroke.  Pasien biasanya akan mengalami sensasi tubuh yang semula ringan menjadi berat, kelumpuhan atau mati rasa di salah satu sisi wajah atau tubuh, sakit kepala hingga kesulitan berbicara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya