SOLOPOS.COM - Kepala Yayasan Taman Makam Seniman, Yani Saptohoedojo saat meresmikan patung suaminya, Selasa (10/11/2015) di halaman depan Kompleks Makam Seniman Giri Sapto. (Harian Jogja/Arief Junianto)

Hari pahlawan tidak hanya menjadi peringatan untuk para pahlawan kemerdekaan. Para seniman juga menggunakan momentum ini untuk mengenang pahlawan mereka

Harianjogja.com, BANTUL- Patung Saptohoedojo diresmikan, Selasa (10/11) di Kompleks Makam Seniman Giri Sapto misalnya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Patung tersebut berupa perunggu berwarna kuning kecoklatan. Bertepatan dengan Hari Pahlawan, Selasa (10/11/2015) pagi, patung setinggi 80 sentimeter diresmikan. Persis di bawah lengkung beton yang menyimbolkan sebuah bianglala, patung itu tertancap di atas pondasi batu alam tepat di tengahnya.

Dr. Hc. R.M. Saptohoedojo, FRSA. Seorang seniman serba bisa kelahiran Solo, 6 Februari, 90 tahun yang lalu. Tak akan ada kata seni di Jogja, jika perupa lulusan Accademy of Art, London itu tak menyentuhnya.

Semasa hidupnya, tak kurang dari 700 pengrajin batik yang tersebar tak hanya di Jogja, dibinanya. Sentuhannya yang paling sukses adalah ketika menyulap warga Kasongan yang semula adalah warga biasa menjadi pengrajin, bahkan hingga sekarang.

Itulah, tak aneh rasanya jika namanya kemudian disematkan sebagai nama dari kompleks makam seniman yang ada di kawasan Pajimatan, Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri.

Begitu juga dengan pemasangan patung itu, pihak pengelola makam seniman berharap bisa menjadi pengingat sekaligus pemantik semangat para seniman yang masih hidup untuk terus berkarya mengisi roda perjalanan bangsa.

“Bukan tanpa alasan kami merencanakan pemasangan patung almarhum [Saptohoedojo],” kata Kepala Yayasan Taman Makam Seniman, Yani Saptohoedojo seusai meresmikan patung itu.

Begitu pula dengan pemilihan tanggal 10 November. Sepertinya, pihak yayasan ingin menegaskan bahwa semangat para seniman dalam memperjuangkan masa depan bangsa tak kalah berdarah dengan para pejuang yang angkat senjata melawan penjajah.

Perjuangan Saptohoedojo dan seniman di masanya nyaris tak pernah putus. Bukan menghadapi penjajah dan demi masa depan bangsa saja, usaha mereka juga sangat besar dalam memperjuangkan nasib para seniman lainnya agar mendapatkan sedikit harga, baik di mata pemerintah, maupun di mata masyarakat Indonesia, dan juga dunia tentu saja. “Almarhum ingin seniman penerusnya, bisa menjadi penerus perjuangannya.”

Setidaknya, kompleks makam itu adalah buktinya. Lebih dari dari sekadar tempat peristirahatan terakhir, makam itu adalah simbol bagi perjuangan para seniman yang juga tak boleh berakhir.

Di kompleks makam itu, kini telah terbaring 47 orang seniman yang turut membesarkan nama kesenian bangsa ini, terutama seniman yang berasal dari Jogja dan sekitarnya.

Selain Saptohoedojo, di kompleks makam itu juga terbaring jasad beberapa seniman besar macam perupa sekaligus pemilik museum Widayat di kawasan Mungkid, Magelang, H.Widayat, maestro tari KRT Sasmintadipura, serta dua komposer besar yang pernah dimiliki negara ini, Koesbini dan Liberty Manik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya