SOLOPOS.COM - Ilustrasi guru. (Solopos-dok)

Solopos.com, SOLO—Kesejahteraan guru terutama kalangan pegawai negeri sipil (PNS) sudah jauh lebih baik saat UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disahkan pada pengujung 2005. Regulasi itu membuat para guru menerima tunjangan sertifikasi yang nilainya satu kali gaji pokok per bulan.

Namun di balik kebijakan tersebut, muncul penyakit kronis yang mendera kalangan guru yakni hasrat konsumerisme. Alih-alih digunakan untuk meningkatkan kompetensi, sejumlah guru justru memanfaatkan tunjangan profesinya untuk bergaya hidup mewah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Fenomena guru membeli mobil, rumah baru hingga barang-barang bermerek menjadi hal jamak ditemui seusai kebijakan sertifikasi digedok. Tak sedikit pula yang menggunakan dana sertifikasi untuk ke Tanah Suci. Pendidik didorong meresapi pola hidup sederhana dan mengutamakan tugasnya yakni mencerdaskan anak bangsa.

Baca Juga: PTM Madrasah dan SMA/SMK Sesuaikan Kebijakan Pemkab Wonogiri

Ekspedisi Mudik 2024

“Sederhana itu bukan berarti miskin. Sederhana itu mampu menempatkan suatu hal sesuai porsinya. Dalam hal ini, guru perlu bijak memanfaatkan tunjangannya,” ujar pendidik senior, Ichwan Dardiri, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (24/12/2021), jelang Hari Guru Nasional 25 November.

Ichwan mengatakan tugas guru masa kini lebih berat dibanding masanya. Hal ini karena pengajar dituntut melakukan transformasi pengajaran agar relevan dengan perkembangan zaman.

Selain itu, guru didorong piawai dalam teknologi informasi (TI). Lelaki yang menjadi pendidik sejak tahun 1961 ini mengatakan tunjangan sertifikasi dapat menjadi sarana guru agar lebih kompeten dan profesional.

Baca Juga: Habis Medical Check Up, Anggota DPRD Boyolali ke Dokter Spesialis

“Tujuan sertifikasi kan itu, jangan malah buat nyicil mobil. Guru masa kini harus punya tekad lebih untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,” tutur pendiri Dewan Pendidikan Kota Solo (DPKS) itu.

Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK), Kangsure Suroto, menilai tunjangan sertifikasi yang diberikan pemerintah sejak 2005 belum meningkatkan kualitas pendidikan secara signifikan. Dia menyebut pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 membuka kelemahan sejumlah guru PNS yang masih tergagap-gagap dengan TI.

Padahal, penguasaan teknologi menjadi syarat mutlak pendidikan di era industri 4.0. “Mereka rata-rata sudah punya piranti seperti laptop dan handphone canggih. Masalahnya, mereka belum bisa memanfaatkan itu untuk inovasi pembelajaran,” ujarnya.

Baca Juga: Bahan Baku Menipis, Perajin Gerabah Melikan Inginkan Lahan Perhutani

Kangsure pun mengkritik keras guru PNS yang justru larut dengan gaya hidup mewah setelah mendapat sertifikasi. Dia banyak menemui guru yang menggelontorkan tunjangannya untuk menyicil mobil, membeli rumah baru hingga umrah.

Menurut Kangsure, pendidik mestinya dapat menjadi teladan kesederhanaan di dalam dan di luar kelas. “Dulu guru banyak dibilang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Sekarang dengan banyaknya privilege bagi guru PNS, mereka seperti terlena. Kami mendorong kalangan guru kembali menjadi role model bagi anak didiknya.”

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya