SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tak ada peringatan Hari Buruh Internasional di Gunungkidul pada Senin (1/5/2017).

 
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL – Tak ada peringatan Hari Buruh Internasional di Gunungkidul pada Senin (1/5/2017). Namun demikian, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Gunungkidul tetap menyuarakan hak menyangkut kesejahteraan buruh. Pasalnya hingga saat ini masih banyak buruh yang dibayar di bawah Upah Minimum Kabupaten.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Data yang dimiliki SPSI mencatat, dari 153 perusahaan di Gunungkidul, baru ada 23 perusahaan yang mampu membayar sesuai aturan. Sedang sisanya sekitar 130 perusahaan masih memberikan upah buruh di bawah standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten.

“Untuk peringatan Hari Buruh memang di Gunungkidul tidak melakukan kegiatan, karena aksi difokuskan di tingkat provinsi. Namun demikian, kami tetap berusaha menyuarakan kesejahteraan bagi pekerja,” kata Sekretaris DPC SPSI Gunungkidul Agus Budi Santoso kepada Harian Jogja, Senin.

Menurut dia, ada beberapa tuntutan yang ingin disampaikan buruh. Salah satunya menyangkut penerapan Peraturan Pemerintah No.15/2015 tentang Pengupahan. Menurut Agus, aturan ini kurang memihak bagi pekerja karena ada di dalamnya ada salah satu klausul yang memperbolehkan pengusaha yang belum bisa membayarkan upah sesuai standar untuk melakukan penangguhan.

“Adanya penangguhan ini, pemerintah tidak tegas dan lebih berpihak kepada pengusaha ketimbang buruh,” seru Agus.

Dia mengungkapkan, adanya penagguhan sangat merugikan pekerja. Sebab dari sisi hak tidak bisa dipenuhi, sedangkan dari kewajiban sudah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Jangan terus buruh yang dijadikan korban, apalagi di Gunungkidul banyak yang dibayar tidak sesuai upah yang berlaku. Jadi kami berharap pemerintah ada sikap dan keberpihakan kepada buruh. Salah satunya dengan mengcabut PP No.15/2015 karena dirasa memiskinkan pekerja,” tegasnya.

Selain masalah upah yang sesuai dengan aturan, Agus pun meminta kepada pemerintah agar fungsi pengawasan lebih dimaksimalkan. Menurut dia, perpindahan kewenangan pengawasan ke tingkat provinsi membuat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi  kabupaten tak memiliki daya lagi.

“Kalau pengawasan dilakukan provinsi, saya yakin akan kurang efektif karena cakupannya luas. Saya kira akan lebih baik jika fungsi itu [pengawasan] dikembalikan ke kabupaten,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Gunungkidul Agung Margandi menyadari adanya pengusaha yang belum membayar sesuai standarisasi yang berlaku. Namun demikian, kondisi tersebut bukan karena pengusaha mengelak dari kewajiban, tapi hal itu terjadi karena melihat kondisi di perusahaan yang masih belum mampu.

“Kami terus berusaha, dan ingin tetap memenuhi hak-hak buruh, namun juga harus melihat kemampuan perusahaan,”  katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya