SOLOPOS.COM - Menulis Aksara Jawa

Hari aksara kali ini diharapkan dapat memasyarakat bahasa jawa.

Harianjogja.com, JOGJA — Bahasa Jawa dinilai kurang populer, bahkan kerapkali masyarakat merasa kurang percaya diri dengan bahasa daerah tersebut. Aksara jawa juga mulai jarang dikenal di kalangan pelajar. Diperlukan regulasi yang didukung eksekutif dan legislatif.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dialog publik dalam rangka hari aksara internasional digelar di Aula Dinas Pariwisata DIY, Kamis (8/9/2016). Sekumpulan pegiat bahasa Jawa ini dihadirkan dalam diskusi mengangkat tema ‘Urgensi Literasi Aksara Jawa Masa Kini dan Masa Depan’.

Dalam diskusi yang juga dihadiri eksekutif dan legislatif itu juga mengkritisi sejumlah penulisan aksara Jawa di tempat umum yang seringkali terjadi kesalahan. Terutama membedakan antara aksara ‘a’ dengan ‘o’ sering ditemukan di pinggiran jalan, tidak hanya tempat usaha milik warga bahkan sampai ke kantor pemerintahan. Seluruh peserta diskusi mengakui lemahnya masyarakat dengan penggunaan istilah Jawa.

“Saiki ki wong Jowo wis minder karo bosone dewe [sekarang orang Jawa tidak percaya diri menggunakan bahasanya sendiri], ngundang wong tuwane papa karo mama dan menganggap panggilan mbok karo pak ki koyo wong desa [memanggil orangtua dengan papa mama, kalau memanggil simbok itu dianggap kampungan]” ungkap Charis Zubair, akademisi Fakultas Filsafat UGM dalam dialog tersebut, Kamis (8/9/2016).

Perlu Didukung Regulasi

Menurut Charis, perlu langkah konkret  supaya memasyarakatkan bahasa Jawa jadi gerakan dinamis dan tidak statis. Sehingga perlu sosialisasi, pemetaan kultural hingga dialeg, terutama persoalan aktual dan dinamika bahasa. Soal kurang percaya diri tadi, kata dia, perlu membangun kesadaran dari rendah diri ke arah percaya diri.

“Lalu membangun dari kehilangan jati diri. Menyusun konsep landasan sistemik bagi gerakan bisa melalui pendidikan,” kata dia.

Berbagai upaya yang disarankan itu, lanjut Charis, tidak akan berjalan maksimal tanpa didukung kebijakan pemerintah.

“Harus didukung kebijakan politik yang berani dari eksekutif dan legislatif yang memungkinkan situasi kondusif untuk gerakan ini, melalui peraturan perundangan,” tegasnya.

Kabid Sejarah Purbakala dan Museum Dinas Kebudayaan DIY Erlina Hidayati dalam dialoh itu menyinggung perlunya mendokumentasikan perjalanan sejarah aksara Jawa. Selain itu perkembangan aksara Jawa dari masa ke masa perlu diungkap kembali. Hal itu sebagai gerakan awal untuk kembali memasyarakatkan bahasa Jawa.

“Kita perlu memahamkan sejarahnya lebih dahuku. Sehingga dari sisi kebudayaan inj dinamis tidak statis, memang tidak mesti semua murni,” ungkap dia

Sementata Wakil Ketua DPRD DIY Arief Noor Hartanto mengakui, pihaknya berkali-kali mendapatkan keluhan dari guru maupun pegiat bahasa Jawa soal lunturnya bahasa daerah ini. Terkait kebijakan politik, pihaknya siap mendorong rekan-rekannya di legislatif untuk merespon dengan menelurkan produk hukum terkait bahasa dan aksara Jawa ini.

“Mungkin nanti bisa diformulasikan dengan Perdais Kebudayaan karena di dalamnya banyak item dan ini bisa dimasukkan,” ujarnya di DPRD DIY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya