SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/AIDS (JIBI/Reuters/Dok.)

Solopos.com, SOLO—Pemerintah Kota (Pemkot) Solo kesulitan memantau 917 pengidap Human Immunodeficiency Virus Infection and Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) yang tercatat di data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA).

Menurut Kasi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Wahyu Indianto, kasus HIV/AIDS harus dicari. Makin banyak ditemukan, makin banyak yang perlu diobati.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Luar Solo
Permasalahannya, sambung dia, penderita HIV/AIDS yang ditemukan di Solo justru banyak yang berasal dari luar Solo.

Menurut data KPA, penderita HIV/AIDS berasal dari Soloraya, misalnya, dari Karanganyar sebanyak 240 orang, Sragen 214 orang, Sukoharjo 188 orang, Wonogiri 117 orang, Boyolali 104 orang, dan Klaten 63 orang.

“Nah, dari 1.417 penyandang HIV/AIDS [berdasarkan data KPA], yang saat ini tercatat mengikuti terapi di Solo hanya 500-an orang. Lantas mana yang lainnya? Kami tidak tahu. Mereka menghilang dan tidak pernah memeriksakan diri dan menjalani terapi di Solo.”

Komunikasi dengan Dinas Kesehatan lain di Soloraya, menurut Wahyu, penting supaya ratusan penderita HIV/AIDS yang tersebar di Soloraya benar-benar tertangani. Wahyu menambahkan Pemkot saat ini terus mencari penyandang HIV/AIDS. Fonemena HIV/AIDS yang ibarat gunung es membuat Pemkot melakukan langkah tersebut.

Meski demikian, Wahyu berharap tahun depan sudah tidak ada lagi peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS. Penanggulangan HIV/AIDS melalui Layanan Komprehensif Berkesinambungan Strategic Use for ARV’s (LKB SUFA) diharapkan bisa menjaring populasi kunci HIV/AIDS yang mungkin belum banyak tersentuh.

Populasi Kunci
“Populasi kunci HIV/AIDS itu ada lima, yaitu waria, laki seks laki (LSL), penasun, wanita pekerja seks (WPS), termasuk ibu hamil, dan orang berpenyakit TBC serta hepatitis. Itu semua harus diperiksa,” kata Wahyu, saat ditemui Solopos.com, di ruang kerjanya, Rabu (26/11/2014).

Agar pelaksanaan LKB SUFA lancar, DKK menggandeng sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menjangkau komunitas berisiko HIV/AIDS.

“Mereka adalah penjangkau yang akan membawa orang berisiko HIV/AIDS untuk diperiksa. Kalau kami masuk ke komunitas gay misalnya, atau komunitas waria dan WPS, kan ndak bisa. Harus melalui LSM-LSM itu. Selain LSM, Warga Peduli AIDS di setiap kelurahan juga selalu kami libatkan.”

Dana Bantuan
Sementara itu, saat disinggung mengenai disetopnya bantuan dana dari Global Fund (GF), yaitu bantuan dunia untuk pengobatan HIV/AIDS mulai tahun depan, Kepala Dinkes Solo, Siti Wahyuningsih, menjawab penanganan HIV/AIDS tidak hanya berkaitan dengan soal pendanaan.

“Kalau bicara soal penanganan HIV/AIDS kan sudah ada porsinya masing-masing. Jadi kalau GF dihentikan, ya itu tentu menjadi tugas negara untuk menganggarkan.” Apalagi, menurut Ning sapaannya, kasus HIV/AIDS saat ini berkembang di lintas daerah.

“Dana dari APBD tidak akan bisa mengaver sepenuhnya,” kata Ning.

Soal kemungkinan keikutsertaan penderita HIV/AIDS dalam program BPJS, Ning mengatakan sudah kewenangan instansi lain. Namun, menurut dia, apabila mekanismenya memenuhi, semestinya penderita HIV/AIDS bisa terkaver BPJS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya