SOLOPOS.COM - Dian Sari, salah satu penjual makaroni telur di Kelurahan Pucangsawit saat menuangkan telur ke wajan. Meski harga telur ayam tinggi, Dian enggan menaikkan harga jual maklor miliknya karena takut penjualan menurun (Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO — Harga telur ayam di beberapa warung yang ada di Kota Solo mencapai Rp30.000 per kilogram. Sementara di pasar masih berada di angka Rp28.000 per kilogram.

Kenaikan tersebut berdampak pada sektor penjualan makanan, utamanya para pedagang kaki lima (PKL) dan penjual makanan rumahan. Meski begitu, beberapa penjual makanan rumahan enggan menaikkan harga atau pun mengurangi komposisi telur di dalam makanannya.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Berdasarkan informasi yang didapat Solopos dari Lurah Pasar Legi Solo, Nur Rahmadi, harga telur di Pasar Legi Solo masih konsisten berada di angka Rp28.000 per kilogram. Tingginya harga telur ayam di Pasar Legi tersebut telah terjadi sejak Senin (22/8/2022) yang sudah mencapai angka Rp28.000 per kilogramnya.

Dian Sari, salah satu penjual makaroni telor (maklor) menceritakan sudah sepekan lalu ia merasakan dampak kenaikan harga telur ayam. Ia memang tidak membeli telur ayam di pasar-pasar besar. Melainkan di warung sayur dekat rumahnya.

Selain karena memangkas ongkos BBM yang ia keluarkan, telur yang ia bawa pulang dari pasar pernah hancur dan tak bisa dikonsumsi sebab ia harus mengangkutnya dengan sepeda motor.

Sekitar tiga pekan lalu, Dian masih mendapat telur ayam dengan harga Rp24.000 per kilogramnya. Namun sepekan terakhir, harga telur ayam di warung dekat rumahnya sudah mencapai Rp30.000 per kilogram.

Baca Juga: Harga Telur Masih Tinggi, Badan Pangan akan Gelar Operasi Pasar

“Rp24.000 lebih dari dua minggu tiga minggu lalu. Sudah tiga kali beli ini dapatnya Rp30.000 [per kilogram],” kata Dian saat diwawancara di warungnya, Rabu (31/8/2022).

Dalam tiga hari, Dian harus mengulak kurang lebih satu kilogram telur ayam. Dengan estimasi satu kilogram telur ayam habis dalam tiga hari sebagai bahan dasar makaroni telur. Memang, konsumsi telur di warungnya tak begitu banyak.

Dengan harga maklor Rp2.000 per bungkusnya, Dian merasa tak mungkin bila menaikkan harga penjualan maklor. Sementara pasar atau konsumen masakannya adalah anak-anak hingga mahasiswa indekos di dekatnya.

Tak hanya itu, Dian juga enggan mengurangi komposisi telur dalam maklor buatannya. Hal itu menurutnya dapat mengurangi rasa masakan yang ia buat. Meski ia sendiri merasakan dampak kenaikan telur ayam sekitar Rp5.000 per kilogram.

Baca Juga: Anggarkan Rp24,17 Triliun, Pemerintah akan Kucurkan 3 Jenis BLT

“Enggak tak kurangi jatahnya [komposisi telur]. Sekarang kalau mau naik harga misal Rp500, ya kan gimana. Harga anak-anak. Masak mereka beli Rp2.500 itu kan mungkin sudah susah,” imbuh dia.

Senada dengan Dian, Hasan, penjual nasi dan bakmi goreng yang tinggal di Jl Asahan 2 Pucangsawit, melakukan hal serupa. Hasan berjualan nasi goreng hingga bakmi goreng tiap sore di depan indekosnya.

Dengan gerobak seadanya, Hasan bisa menghabiskan empat kilogram telur ayam sekali jualan. Dengan estimasi satu porsi nasi goreng membutuhkan satu butir telur ayam.

“Sekali empat [hingga] lima kilogram ya. Kalau ramai bisa segitu, standar,” kata dia saat ditemui Solopos.com.

Baca Juga: Tak Harus dengan Rupiah, Warga Solo Bisa Sedekah dengan Minyak Jelantah 

Hasan juga enggan menaikkan harga masakannya meski sekadar Rp500. Harga nasi goreng miliknya pun masih sama. Yakni Rp13.500 per bungkusnya. Padahal, menurut istrinya, harga telur yang ia beli terakhir kali mencapai Rp28.500 per kilogram.

“Kita warung belinya. Berapa ini, Rp114.000 per empat kilogram,” kata dia sembari melihat nota belanja bahan pokoknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya