SOLOPOS.COM - Penjemuran tembakau rajangan di Kabuh, Jombang, Kamis (5/11/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Syaiful Arif)

Harga rokok Rp50.000 dianggap petani tembakau Boyolali merupakan kabar hoax.

Solopos.com, BOYOLALI— Petani tembakau di Boyolali menyikapi beragam isu kenaikan harga rokok hingga Rp50.000/bungkus. Gerakan Masyarakat Petani Tembakau Indonesia (Gemati) menilai wacana kenaikan harga rokok adalah hoax yang sengaja dihembuskan gerakan masyarakat antitembakau. Namun, bagi Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Boyolali, isu tersebut cukup meresahkan petani tembakau.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gemati, Syukur Fahrudin, menilai gerakan antitembakau tidak akan berhenti merongrong industri tembakau selama Indonesia belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

“Kami yakin Presiden [Joko Widodo] akan objektif, dengan melihat rokok bukan sekedar warisan budaya melainkan juga bagian dari penopang ekonomi negara, baik dari sisi pendapatan negara melalui cukai maupun penyerapan tenaga kerja,” kata Syukur, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (23/8/2016).

Gemati justru mendorong pemerintah melalui Presiden Jokowi menaikkan harga tembakau apalagi saat ini sedang musim panen. Syukur mengakui saat ini harga tembakau di tingkat petani banyak dimainkan tengkulak. Oleh karena itu, pemerintah perlu hadir dalam tata niaga tembakau seperti yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan.

[Baca Juga: Harga Rokok Rp50.000, Petani Klaten Resah]

“Seperti diketahui dalam RUU Pertembakauan itu mengatur stakeholder pertembakauan dari hulu sampai hilir. Kami malah berharap draft RUU Pertembakauan segera disahkan karena akan jadi angin segar bagi masyarakat yang terlibat dalam mata rantai produksi pertembakauan, mulai dari petani hingga negara terkait pendapatan cukai.”

Sementara itu, Ketua APTI Boyolali, Tri Joko, wait and see dengan isu yang berkembang terkait rencana kenaikan harga rokok dan cukai rokok. “Apalagi ada informasi juga bahwa isu tersebut merupakan bagian dari propaganda untuk menyingkirkan industri penghasil tembakau dalam negeri dengan tujuan memuluskan masuknya tembakau impor,” kata Tri Joko.

Sekalipun pemerintah tetap berencana menaikkan cukai tembakau, harapannya tidak sampai 200% seperti informasi yang beredar selama ini.

[Baca juga : Harga Rokok Naik, Belum Tentu Petani Sejahtera]

“Kalau naiknya setinggi itu tentu akan mematikan petani tembakau dan pasti akan ada dampak yang luar biasa, bahkan akan muncul gerakan besar baik dari petani maupun buruh pabrik rokok,” kata Tri.

Dia justru meminta pemerintah fokus memperbaiki tata niaga tembakau. Selama ini, tata niaga tembakau memakai sistem tertutup sehingga petani mudah dipermainkan tengkulak. Permasalahan ini justru lebih membutuhkan kepedulian pemerintah ketimbang mengurusi nilai cukai dan kenaikan harga rokok yang tujuannya hanya untuk membatasi konsumsi rokok.

Salah satu petani tembakau di Dukuh Senet, Desa Selo, Kecamatan Selo, Suhari, resah dengan isu kenaikan harga rokok hingga Rp50.000/bungkus.

“Jika harga rokok tidak terjangkau, otomatis serapan tembakau petani sebagai bahan baku rokok menjadi merosot. Imbasnya, petani juga yang dirugikan,” kata Suhari.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya