JOGJA: Harga minyak goreng sawit eceran di Jogja mulai merangkak naik, belakangan. Kondisi itu ditengarai akibat berkurangnya pasokan CPO (Crude Palm Oil) dalam negeri. Bahkan justru banyak dari komoditas ini yang menjadi barang ekspor.
Beberapa pedagang di Pasar Beringharjo, Jogja, mengaku, sudah dua minggu ini harga minyak sawit eceran mengalami kenaikan. Kenaikannya terbilang cukup signifikan, dari sebelumnya Rp8.000 per liter, kini sudah menembus Rp9.000 per liternya.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Sontak kenaikan itu membuat beberapa pedagang mengeluh, karena selain penjualan mereka turun, margin keuntungan mereka juga semakin tipis. “Sekarang banyak yang beralih ke minyak goreng kemasan, karena perbandingan harganya tipis dari yang eceran,” jelas Murtini, salah seorang pedagang.
Dia sendiri mengaku cukup keberatan dengan kenaikan harga itu. Pasalnya, dari tiap liter minyak goreng yang dia jual, hanya Rp200 rupiah yang masuk menjadi keuntungannya. Sedangkan untuk penjualan per jerigen, hanya Rp2.000 laba yang diterimanya.
Padahal untuk 1 jerigen yang berisi 18 liter minyak goreng, dia harus membelinya dengan harga Rp157.000, dengan rata-rata penjualan 180 liter sehari.
Menurutnya, kenaikan harga itu terlalu cepat dan cukup drastis. “Mestinya harga per liternya bisa Rp7.000-Rp8.000 saja, biar tidak memberatkan semuanya,” harapnya.
Pemerintah sendiri agaknya juga mulai tanggap dengan kondisi itu, salah satunya adalah dengan adanya rencana pengenaan bea keluar terhadap ekspor CPO. Namun pengenaannya kemungkinan tidak dilakukan bulan ini, karena harga standar ekspor CPO per ton masih berada di kisaran US$700.
Padahal dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 223/PMK.011/2008, bea keluar CPO baru akan dikenakan jika harga CPO sudah di atas US$700 per ton. Dengan skema inilah diharapkan ekspor CPO akan turun, dan kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi.
Oleh Galih Kurniawan
HARIAN JOGJA