SOLOPOS.COM - Darsi, 70 (kiri) dan suaminya, Darjo Wijoyo, 70, membuat tempe benguk di rumahnya di Dusun Tambakboyo, Desa Tambakboyo, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Selasa (27/8/2013). (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

 Darsi, 70 (kiri) dan suaminya, Darjo Wijoyo, 70, membuat tempe benguk di rumahnya di Dusun Tambakboyo, Desa Tambakboyo, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Selasa (27/8/2013). (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)


Darsi, 70 (kiri) dan suaminya, Darjo Wijoyo, 70, membuat tempe benguk di rumahnya di Dusun Tambakboyo, Desa Tambakboyo, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Selasa (27/8/2013). (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SUKOHARJO — Tingginya harga kedelai membuat sejumlah warga beralih mengonsumsi tempe benguk yang terbuat dari biji koro. Di pasar,  tempe tersebut dijual lebih murah dibandingkan dengan tempe kedelai sebab bahan baku koro juga dijual lebih murah daripada harga kedelai.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Salah satu pengrajin tempe benguk, Darjo Wijoyo, 70, mengatakan bahan baku biji koro saat ini dijual Rp6.500 per kilogram (kg), sedangkan kedelai saat ini mencapai Rp9.000/kg. Dia mendapatkan biji koro dari Pasar Cuplik, Sukoharjo.

“Saat harga kedelai naik, harga koro sebenarnya juga ikut naik. Tapi kenaikannya tidak terlalu banyak, yakni hanya Rp500,” ujar Darjo saat ditemui wartawan di rumahnya di Dusun Tambakboyo RT 004/RW 002, Desa Tambakboyo, Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, Selasa (27/8/2013).

Darjo memproduksi tempe benguk di rumah dan dibantu oleh istrinya, Darsi, 70. Koro tersebut kemudian digodok agar kulitnya terkelupas. Setelah digodok, biji koro kemudian direndam beberapa kali selama tiga hari. Proses perendaman tersebut tergolong lama lantaran biji koro lebih keras daripada kedelai. Bila direndam lama, maka biji koro akan jadi lebih lunak. “Kalau kedelai direndam setengah hari sudah cukup. Tapi biji koro harus berulang kali direndam dengan diganti airnya agar tidak langu atau berbau,” ujar Darjo.

Setelah cukup direndam dan dibersihkan, sambung Darjo, biji koro digodok lagi. Setelah kering baru diberi ragi kemudian dibungkus menggunakan daun pisang. Satu bungkus tempe benguk dijual Rp200 biji. Beberapa pengecer di Pasar Cuplik biasanya akan mengambil tempe tersebut dan dijual lagi seharga Rp500 per bungkus. Agar cepat laris, dia menjual per sepuluh bungkus tempe benguk. Dulu sebelum ada kenaikan harga, ia menjual Rp1.500 per sepuluh bungkus.

Selain dijual ke pasar, Darjo juga memaketkan tempe benguk ke Kalimantan dan Jakarta. Para pembeli dari luar kota itu adalah warga Desa Tambakboyo sendiri yang ingin merasakan makan tempe benguk. “Kadang ada yang pesan untuk dibungkuskan kecil-kecil. Setelah Lebaran banyak yang memesan,” ungkap Darsi yang sudah membuat tempe sejak 25 tahun yang lalu.

Darsi mengaku membuat tempe benguk membutuhkan waktu lebih lama agar tempe yang dia buat tidak langu. Bila tempe terasa langu biasanya bisa membuat orang jadi pusing ketika mencium baunya. Selain itu, bila biji koro tidak tuntas dibersihkan, tempenya juga tidak bisa menjadi putih. Darsi mengaku lebih baik membuat tempe benguk lebih lama dari orang lain, daripada membuat tempe secara cepat tapi tidak bersih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya