SOLOPOS.COM - Seorang pengusaha tahu di sentra industri tahu Teguhan, Sragen Wetan, Sragen, Joko Pitono, 55, memotong tahu yang sudah jadi menjadi ukuran kecil di rumah industrinya, Selasa (29/12/2020). (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN -- Para pengusaha sentra industri tahu Teguhan, Sragen Wetan, Sragen, menjerit lantaran usaha mereka terpukul kali kedua. Setelah terpukul pandemi Covid-19, sekarang mereka dihajar harga kedelai yang melejit.

Mereka tak hanya mengurangi ukuran tetapi juga mengurangi produksi dan menaikkan harga jual agar bisa bertahan. Seperti yang diungkapkan pengusaha tahu yang tinggal di Teguhan RT 009/RW 003, Sragen Wetan, Joko Pitono, 55, saat ditemui Solopos.com, Selasa (29/12/2020) siang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Joko baru kulakan kedelai impor dengan harga Rp9.200/kg pada Senin (28/12/2020). Padahal sepekan yang lalu harga kedelai masih Rp7.600/kg. Pengusaha tahu Sragen itu mengatakan naiknya harga kedelai itu hampir setiap hari dengan kenaikan Rp300/kg.

RS Hampir Penuh, Rudy Wacanakan Solo Technopark Jadi RS Darurat Covid-19

Ekspedisi Mudik 2024

“Mungkin hari ini naik lagi. Dengan harga kedelai yang tinggi itu, kami harus mengambil siasat supaya tidak merugi, yakni dengan menaikan harga sebesar Rp500. Biasanya menjual Rp3.000 per 10 biji sekarang dijual dengan harga Rp3.500 per 10 biji,” ujar Joko.

Tak hanya itu, Joko mengatakan juga mengurangi ukuran tahu yang awalnya 10 cm x 11 cm jadi 10 cm x 10 cm. Kemudian untuk harga yang biasanya Rp3.500 per 10 biji naik jadi Rp4.000 per 10 biji. Tahu gireng juga naik dari Rp4.000 per 10 biji menjadi Rp5.000 per 10 biji.

Mengurangi Produksi

Joko menyampaikan banyak pelanggan yang pindah kulakan karena tidak mau harga naik. Oleh karenanya, Joko terpaksa mengurangi produksi. Biasanya bisa menghabiskan 5-6 sak kedelai per hari, sekarang hanya empat sak per hari.

Ditemukan Meninggal, Pria Paruh Baya di Wonogiri Diduga Jatuh Dari Pohon Pete

Joko menduga harga kedelai impor mahal karena tidak ada kedelai lokal dan barang kedelai impor juga terbatas. Pengusaha tahu asal Teguhan, Sragen, lainnya, Hari Suryanto, menilai naiknya harga kedelai ini tidak wajar.

Ia mengatakan harga kedelai yang awalnya Rp6.500/kg menjadi Rp9.000/kg sejak sebulan terakhir. Naiknya harga kedelai impor itu, katanya, berdampak pada pengusaha kecil pada sentra tahu Teguhan.

Ia mengatakan omzetnya menurun karena harga harus naik sampai Rp1.500 per 10 biji. “Dampak lainnya juga berdampak pada pedagang gorengan, pedagang makanan. Kalau harga mahal apa bisa makan. Kalau harga kedelai naik lagi, kami juga naik lagi harga tahunya,” ujarnya.

Tuntut THR Dilunasi, Ratusan Karyawan Pabrik Pakaian Dalam di Klaten Mogok Kerja

Mogok Produksi

Hari menjual tahunya paling kecil dengan harga Rp3.500 per 10 biji dari harga sebelumnya hanya Rp2.000 per 10 biji dengan asumsi harga kedelainya Rp6.500/kg. Ia mengatakan bila ada paguyuban pengusaha tahu Sragen mungkin bisa melakukan mogok produksi.

“Ibaratnya jatuh dua kali nganti bundas. Dampak adanya Covid-19 membuat orang takut ke pasar dan sekarang tambah harga kedelai tinggi,” ujarnya.

Awas! Warga Sragen Nekat Berkerumun Malam Tahun Baru Bakal Dites Antigen

Produksi tahu Hari juga turun dari biasanya bisa habis lima sak kedelai, sekarang hanya bisa menghabiskan empat sak kedelai berukuran 50 kg per sak. Setiap satu sak kedelai itu, ujarnya, bisa jadi 2.800 biji tahu ukuran paling kecil.

“Harga lainnya juga sudah saya naiknya Rp1.500 per 10 biji dari harga nomal, ukuran sedang Rp4.000, ukuran besar Rp6.000. Tahu goreng kecil Rp3.000, goreng sedang Rp5.000, dan goreng besar Rp7.000. Tahu bulan goreng Rp5.500-an,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya