SOLOPOS.COM - Pekerja memproduksi tempe di rumah Ny. Kadi, 69, Lingkungan Donoharjo, Kelurahan Wuryorejo, Wonogiri, Selasa (29/12/2020). (Solopos-Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI — Usaha para perajin tempe di Wonogiri terancam berhenti jika harga bahan baku kedelai impor terus melambung tanpa diimbangi kenaikan harga jual produk jadi.

Perajin tempe di Lingkungan Donoharjo RT 001/RW 001, Kelurahan Wuryorejo, Kecamatan Wonogiri, Ny. Kadi, 69, saat ditemui Solopos.com di rumah sekaligus tempat produksinya, Selasa (29/12/2020), mengaku bingung menghadapi kondisi sekarang ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada hari itu harga kedelai yang diambilnya dari koperasi mencapai Rp9.200/kg atau jauh lebih mahal dari pada saat normal Rp7.000-an/kg. Dia sekali order biasanya membeli 5 kuintal-6 kuintal kedelai.

PTM di Wonogiri Bisa Dijalankan Tahun Depan, Asalkan…

Ekspedisi Mudik 2024

Kapasitas produksi usaha pembuatan tempe milik Ny. Kadi berkisar 25 kg-30 kg/hari. Dengan harga itu perempuan bernama asli Kasinem tersebut hanya mendapat keuntungan sangat kecil.

Usaha Kerja Bakti

Saat ini dia mempertahankan usahanya agar beberapa kerabatnya bisa tetap bekerja membantunya meski dengan upah kecil. Dia mengistilahkan usahanya sekarang ini hanya untuk kerja bakti.

“Saya tanya kepada petugas penyuplai penyebab naiknya harga kedelai impor apa enggak bisa menjawab. Mau sampai kapan harga kedelai akan terus naik seperti ini. Saya sebagai perajin kecil sangat terdampak,” kata dia.

Dia melanjutkan saat normal harga kedelai Rp7.350/kg. Awal September harga mulai naik menjadi Rp7.600/kg. Harga itu bertahan sampai pekan pertama Oktober. Lalu pada 9 Oktober harga sudah menyentuh Rp8.000/kg.

Didatangi Jenderal Bintang Dua, Camat Kemalang Klaten Grogi

Pada 11 November harga kembali naik menjadi Rp5.350/kg dan terus melambung hingga Rp8.550/kg pada 14 Desember. Kemudian, Selasa kemarin harga naik lagi menjadi Rp9.200/kg.

Pada sisi lain harga jual produk tempe belum bisa dinaikkan, yakni untuk ketegori A atau kecil Rp250/bungkus atau Rp2.500/10 bungkus dan kategori B atau sedang Rp500/bungkus.

Kategori A biasanya untuk konsumsi, seperti dibuat gorengan atau bahan campuran sayur. Kategori B untuk mendoan atau sejenisnya.

“Konsumen tempe saya ini masyarakat menengah ke bawah. Kalau harus membeli tempe lebih mahal dari biasanya kasihan mereka. Padahal, mereka punya anak yang harus dipenuhi kebutuhannya. Enggak tega saya menaikkan harga,” imbuh Ny. Kadi.

Fakta Terbaru Pembunuhan Kismantoro Wonogiri, Korban Tolak Ajakan Pelaku Untuk Berhubungan Badan

Dia menyiasati kondisi ini dengan sedikit mengurangi jumlah bahan di setiap bungkus. Pedagang dan konsumen sudah memahaminya kondisi sekarang sehingga tak mempermasalahkan.

Pemerintah Mengendalikan Harga

Namun, jika harga kedelai masih terus merangkak naik, sementara perajin tak memungkinkan menaikkan harga produk, Ny. Kadi menyebut usaha bisa berhenti sementara sampai menunggu harga kedelai normal lagi.

“Pada 2018 lalu harga kedelai impor pernah menyentuh Rp9.000/kg. Saat itu terjadi demonstrasi di tingkat pusat. Akhirnya pemerintah bisa mengendalikan harga sehingga bisa turun di titik normal. Tapi saya lihat kali ini tidak ada demonstrasi,” ulas Ny. Kadi.

Walah! Makanan & Minuman Kedaluwarsa Beredar di Sukoharjo

Perajin tempe lainnya di lingkungan sama, Sumini, 63, menyampaikan masih mempertahankan usaha, meski keuntungan minim.

Dia tak tahu bagaimana nasib usahanya jika harga kedelai impor naik terus. Padahal, usaha itu penopang utama ekonomi keluarganya. Dia berharap harga kedelai segera normal lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya