SOLOPOS.COM - Karyawan usaha budi daya jamur Lembah Spora, Desa/Kecamatan Polokarto, sedang memeriksa kondisi jamur. (JIBI/SOLOPOS/Dian Dewi Purnamasari)

Karyawan usaha budi daya jamur Lembah Spora, Desa/Kecamatan Polokarto, sedang memeriksa kondisi jamur. (JIBI/SOLOPOS/Dian Dewi Purnamasari)

Karyawan usaha budi daya jamur Lembah Spora, Desa/Kecamatan Polokarto, sedang memeriksa kondisi jamur. (JIBI/SOLOPOS/Dian Dewi Purnamasari)

SUKOHARJO — Harga jual jamur tiram dan kuping di pasaran cukup stabil dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Akibatnya, petani jamur di Kecamatan Polokarto, Sukoharjo pun berupaya untuk terus meningkatkan kapasitas produksinya.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Petani jamur Desa Polokarto, Sumidi, mengatakan harga jual jamur kuping basah saat ini mencapai Rp9.000/kg. Jamur kuping kering dipatok Rp50.000-Rp60.000/kg. Sementara harga jual jamur tiram dibanderol Rp8.000-Rp10.000/kg. Sekali panen, ia mampu mengirim sekitar 1,5 ton jamur ke luar kota.

Jamur kuping basah ia kirim ke luar kota seperti Bandung dan Jabodetabek. Sementara jamur tiram hanya dikirimkan ke daerah sekitar seperti Solo dan Wonogiri. Karena harga jamur cukup stabil selama tiga tahun terakhir, ia berharap dapat meningkatkan kapasitas produksi itu hingga dua kali lipat. “Setiap bulan ada sekitar lima petani baru yang muncul. Mereka adalah petani binaan yang tergabung dalam Kampung Jamur. Itu adalah salah satu cara untuk meningkatkan kapasitas produksi,” ujarnya saat ditemui di Agrowisata Jamur Sumber Makmur Polokarto.

Petani jamur Polokarto, lanjutnya, saat ini sudah tidak kesulitan untuk memasarkan jamur. Pasalnya, terdapat broker yang menyalurkan barang dagangan itu ke berbagai kota. Broker itu selalu meminta kiriman jamur untuk dipasok ke kota-kota besar. Hal ini, menurutnya, merupakan salah satu peluang usaha yang menjanjikan. Kendati demikian, petani juga dihadapkan sejumlah masalah seperti penyakit crepes, oncom dan minimnya tenaga kerja. Selain membudidayakan jamur, para petani ini juga memproduksi baglock jamur. Dalam sehari, Sumidi mampu memproduksi sekitar 60.000 baglock pesanan.

“Kalau penyakit oncom itu disebabkan oleh faktor plasma yang kurang steril. Biasanya proses pencampuran adonan dengan serbuk gergaji kurang sempurna. Selain itu, serbuk gergaji juga sering terkontaminasi oli,” jelasnya.

Petani jamur lain, Arif Joko Purwanto, mengatakan harga jual jamur yang cukup tinggi ini juga mendorong pertumbuhan petani maupun pembuat baglock baru di daerahnya. Petani baru itu sebagian bergabung dalam wadah Kampung Jamur. Di Dusun Ginukan, Desa Polokarto, lanjutnya, terdapat sembilan produsen baglock. Ia juga merekrut beberapa tenaga kerja dari anak-anak yang putus sekolah untuk dididik menjadi petani jamur.

“Komunitas Kampung Jamur saat ini lebih banyak berkembang dari biaya swadaya. Kalau membuat koperasi biasanya selalu bubar. Dana bantuan dari pemerintah juga banyak dinikmati oleh kalangan tertentu saja,” tukasnya.

Joko mengatakan setiap satu bulan sekali Komunitas Kampung Jamur berkumpul untuk mencari solusi permasalahan pertanian jamur. Mereka juga membicarakan tentang solusi mengendikan harga jamur. Petani dan produsen jamur yang tergabung dalam komunitas itu sebanyak 25 anggota. Mereka juga menjual jamur secara bersamaan melalui satu pengepul. Cara tersebut dinilai cukup efektif untuk mengendalikan harga jamur di pasaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya