SOLOPOS.COM - Ilustrasi mi instan (Freepik)

Solopos.com, BOGOR — Institut Pertanian Bogor (IPB) di Jawa Barat berhasil membuat mi menggunakan lima bahan dasar pangan lokal, yakni jagung, ganyong, sukun, kasava atau singkong, dan sagu.

IPB menawarkan kepada para produsen mi instan agar dapat menggunakan hasil inovasi para peneliti yang telah menghasilkan mi dari lima bahan dasar pangan lokal varietas unggul itu sebagai substitusi impor gandum.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Lima bahan pangan lokal itu jagung, ganyong, sukun, kasava atau singkong, dan sagu.

“207 juta ton [gandum] tertahan di Ukraina dan Rusia. Ini momentum agar Indonesia semakin berdaulat pangan tidak tergantung pada gandum dan terigu dengan inovasi substitusi impor ini,” kata Rektor IPB, Arief Satria, Minggu (14/8/2022).

Ekspedisi Mudik 2024

Arief menyampaikan IPB telah menghasilkan inovasi produk mi dari lima bahan dasar lokal itu. Produk tersebut, lanjutnya, bisa dikerjasamakan dengan produsen industri mi instan.

Baca Juga : Mi Instan Indonesia Mengandung Pestisida, Dilarang Beredar di Taiwan

Dengan beragam inovasi itu, menurut Arief, sudah saatnya pemerintah memberikan kebijakan rasio impor gandum yang disubstitusi dengan berbagai bahan pangan lokal hingga bisa mencapai swasembada seperti beras.

“Nah, saya usul kepada pemerintah agar ada kebijakan rasio. Jadi setiap kali impor misalnya 10 ton gandum maka importir harus membeli sekian ton produk lokal. Itu kebijakan rasio dan bisa bertahap,” tuturnya.

Krisis Pangan

Tahap pertama, kata dia, substitusi masih tergantung kapasitas lokal. Kalau kapasitas lokal mencukupi 100 persen, diawali dengan 10 banding 1 ton atau dengan kata lain 10 ton produk impor dan 1 ton lokal.

Bahkan, lanjutnya, kalau produk pangan lokal sudah berkembang bisa 10 banding 5 ton hingga 1 banding 1 ton.

Baca Juga : Disebut akan Naik 3 Kali Lipat, Harga Mi Instan Jadi Berapa?

“Kalau sudah 1 banding 1 kan bagus. Artinya apa? Produk lokal akan terserap. Kalau produk lokal akan terserap, artinya apa? Desa tumbuh. Kalau desa tumbuh, ekonomi tumbuh,” ujar Arief.

Rektor IPB itupun mengingatkan ancaman krisis pangan secara global akibat perang Rusia dengan Ukraina bisa menjadi momentum berkomitmen terhadap kedaulatan pangan dan kemandirian pangan.

“Jadi jangan lagi tergantung pada dunia luar. Kita punya banyak lahan, kita punya banyak produk, kita punya banyak inovasi untuk mensubstitusi itu,” ungkap dia.

Arief mendorong pemerintah mempunyai kebijakan yang mendukung dan aksi yang kuat agar substitusi terigu dan gandum segera dilakukan.

Impor Gandum

Baca Juga : Tenang, Bos Indofood Sebut Harga Indomie Tidak akan Naik 3 Kali Lipat

Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, M. Ismail Wahab, pada Sabtu (13/8/2022), menyampaikan pemerintah mempertimbangkan beberapa tanaman pangan lokal untuk substitusi, seperti singkong, sagu, dan sorgum.

Hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri yang harganya naik karena imbas perang Rusia-Ukraina. “Sorgum saya kira tanaman yang berpotensi besar untuk menggantikan gandum,” kata Ismail.???

Ismail menekankan kebutuhan teknologi pangan untuk memberi sorgum memiliki kemampuan yang sama dengan gandum, yaitu memiliki kandungan gluten atau zat yang mampu mengembang ketika diolah.

Pada 2021 impor gandum tercatat 11,69 juta ton. Pemerintah menargetkan pengurangan impor komoditi tersebut secara bertahap, yaitu impor gandum berkurang 5 persen tahun ini.

Kemudian menurun 10 persen di 2023. Targetnya impor gandum berkurang 20 persen hingga tahun 2025.

Baca Juga : 5 Pengusaha Mi Instan Terkaya di RI, Hartanya Capai Triliunan Rupiah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya