SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Rachman/JIBI/Bisnis Indonesia)

Ilustrasi (Rachman/JIBI/Bisnis Indonesia)

JAKARTA–Penutupan transaksi emas ritel Antam pekan ini atau Jumat (28/9/2012) sedikit melegakan bagi pemegang emas yang ingin segera mendapatkan dana likuid dengan melego emas. Untuk pekan depan, peluang harga naik dan turun masih sama-sama kuat.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Margin keuntungan Rp6.000/gram sudah cukup bagi Anda untuk meraup keuntungan—istilah kerennya  profit taking—setelah harga emas mengalami stagnasi  dalam  empat hari transaksi atau Senin—Kamis pekan ini.

Lalu bagaimana dengan kondisi harga emas pekan depan, apakah akan melanjutkan momentum kenaikan atau justru turun?

Para analis juga masih belum memiliki keyakinan pasti mengenai proyeksi harga emas, karena peluang harga naik dan harga turun sama-sama kuat. Hasil riset Bloomberg terhadap 30 analis menunjukkan peluang harga emas naik dan turun pekan depan masih sama-sama kuat.

Sebanyak 15 analis (50%) memprediksikan harga emas akan naik pekan depan. Namun, 13 analis (43%) justru memprediksikan harga emas akan turun. Sementara itu 2 analis (7%) memprediksikan  harga emas stagnan alias tidak bergerak. Dengan melihat ‘skor’ prediksikan harga naik (50%) dan harga turun (43%) tersebut,  maka bola ada di tangan penjual emas dalam hal ini PT Aneka Tambang.

Maklum ketika, Jumat 28/9/2012) harga jual emas dan buyback naik Rp6.000/gram, pemegang emas akan lebih cenderung melepas koleksi mereka untuk profit taking akhir pekan. Selain itu, Antam akan berhitung apakah volume jual emas lebih tinggi atau lebih dari buyback selama sepekan.

Kalau volume emas hasil buyback  menumpuk, Antam akan melepas kembali ke pasar dengan kenaikan harga yang ‘tak terlalu ektrem’ untuk menarik pembeli. Sebaliknya, kalau ternyata harga emas turun Antam tetap akan mematok harga di level ‘yang menguntungkan’ kendati harus menurunkan harga.

Emas vs Inflasi

Tarik ulur harga emas  PT Aneka Tambang di atas merupakan perspektif mikro dalam melihat pergerakan harga emas.   Namun, kalau dilihat dari perspektif makro ekonomi, berapa pun harga emas, para investor global akan tetap memburunya. Hal itu karena mereka membutuhkan investasi untuk meredam laju inflasi .

Hal ini terutama dialami para investor di Amerika Serikat. Ketika Bank Central AS memborong obligasi, maka inflasi di Negeri Paman Sam tersebut akan meningkat. “Secara hostoris emas selalu menjadi pilihan untuk menyelamatkan ivestasi dari tekanan inflasi. Permintaan klien kami untuk membeli emas terus meningkat,” ujar Mark Smallwood, Kepala Unit Asia Pasifik Unit Manajemen Aset Deutsche Bank, seperti dikutip Bloomberg.

Emas akhirnya menjadi buruan, karena mereka was-was untuk terus menyimpan dolar AS untuk bermain valas. Efeknya bagi pasar emas ritel di Indonesia adalah bahwa penjual emas masih memiliki keyakinan tinggi untuk menaikkan harga emas, karena memang menjadi buruan investor yang mulai was-was  dengan koleksi dolar mereka.

Dalam kondisi seperti itu, bagi investor emas ritel di Tanah Air membeli emas untuk tujuan jangka pendek masih berpotensi meraup keuntungan asalkan memiliki timing yang pas dalam melepasnya guna meraih margin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya