SOLOPOS.COM - Pedagang menyiapkan bakso kepada pelanggan di warung Bakso Remaja, Kartopuran, Kecamatan Serengan Solo. Naiknya harga daging sapi mengancam kelangsungan usaha warung-warung bakso. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

Pedagang menyiapkan bakso kepada pelanggan di warung Bakso Remaja, Kartopuran, Kecamatan Serengan Solo. Naiknya harga daging sapi mengancam kelangsungan usaha warung-warung bakso. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SEMARANG – Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso Indonesia (Apmiso) Jawa Tengah menyebutkan lebih dari 100.000 karyawan usaha bakso terancam menganggur akibat melonjaknya harga daging sapi.

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

“Saat ini setidaknya ada sekitar 30 ribu pengusaha bakso di Jateng, dan 40 persen di antaranya adalah pedagang bakso secara keliling,” kata Ketua Apmiso Jateng, Lasiman di Semarang, Selasa. Pemilik Warung Bakso Punakawan Petruk itu memperkirakan setiap pengusaha bakso memiliki minimal enam karyawan untuk membantu operasional usaha sehingga ada lebih dari 100 ribu karyawan usaha bakso.

Namun, kata dia, melonjaknya harga daging sapi di pasaran belakangan ini yang sudah mencapai Rp82.000/kilogram membuat para pengusaha dan pedagang bakso “menjerit” dan kewalahan memenuhi kebutuhan bahan baku. “Harga daging sapi biasanya hanya Rp65.000/kg, kalau naik paling hanya sampai Rp70-75.000/kg. Sekarang saya beli sudah Rp82.000/kg, itu pun harga langganan. Kalau masyarakat umum mungkin sampai Rp85 ribu/kg,” katanya.

Menurut dia, melonjaknya harga daging sapi itu membuat para pengusaha bakso merugi, dan kemungkinan terburuk melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah karyawannya karena sudah tidak kuat menggaji mereka. Kalau mengurangi bobot daging untuk bakso, kata dia, kemungkinan tidak akan ditempuh pengusaha bakso karena berkaitan dengan kualitas, dan penurunan kualitas bakso tentu akan membuat pelanggan menjauh.

“Sekarang ini harga bakso rata-rata sekitar Rp7.000/mangkok dengan hitungan harga daging normal. Kalau harga daging sudah Rp82 ribu tentu pedagang merugi,” kata Lasiman yang mempekerjakan tujuh karyawan itu. Berkaitan dengan melonjaknya harga daging sapi di pasaran, ia mengatakan penyebabnya kelangkaan sapi akibat banyak hewan ternak dari Jateng yang dibawa ke luar daerah karena pertimbangan harga jual yang lebih.

“Kebanyakan sapi-sapi dari Jateng dibawa ke Jakarta karena harga jualnya lebih tinggi, akhirnya Jateng kekurangan. Harga di pasaran jadi naik,” kata pria yang lebih dari 20 tahun bergelut dengan bakso itu. Karena itu, Lasiman berharap pemerintah daerah segera melakukan langkah untuk mengendalikan harga daging sapi di pasaran maksimal hingga tiga bulan ke depan, selebihnya pedagang bakso kesulitan untuk bertahan.

Senada dengan itu, Ketua Apmiso Kota Semarang Edi Suwarno mengungkapkan kenaikan harga daging sapi tahun ini sudah terjadi empat kali sejak Lebaran, padahal sewajarnya setiap tahun hanya naik sekali. Pemilik Warung Bakso Solo Pak Edi yang mempekerjakan 16 karyawan itu mengaku setiap hari membutuhkan setidaknya 50 kg daging sapi sehingga kenaikan harga daging sapi belakangan ini membuatnya kewalahan. “Meski harga daging sapi naik, saya tetap mempertahankan kualitas demi pelanggan. Namun, kalau harganya terus tinggi seperti ini saya kewalahan. Apalagi, harga bawang putih sekarang ini juga naik,” kata Edi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya