SOLOPOS.COM - Ketua KTNA Sragen, Suratno, Selasa (11/10/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Petani Sragen tidak ikut menikmati keuntungan saat harga beras melambung tinggi hingga Rp12.500/kg. Pasalnya, saat harga beras tinggi, petani Sragen tak memiliki gabah atau tanaman padi untuk dipanen karena sudah habis dijual ke tengkulak.

Selain itu, petani tidak bisa menikmati harga beras tinggi karena hasil panen mereka anjlok pada musim panen menjelang akhir 2022 ini.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Penjelasan itu diungkapkan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, Suratno, saat dihubungi Solopos.com, Jumat (11/11/2022). Dia mengatakan harga gabah kering panen (GKP) yang dipanen dengan combine harvester belakangan tembus di angka Rp5.600/kg sampai Rp5.700/kg.

Kendati harga GKP tinggi, menurut Suratno, hasilnya belum sebanding dengan biaya produksi. Ini terjadi karena hasil produksi padinya anjlok.

“Dulu satu patok sawah itu bisa dijual ke tengkulak dengan harga Rp10 juta-Rp11 juta. Tetapi, sekarang hanya laku Rp2,8 juta per patok karena hasilnya hanya dapat lima kuintal. Padahal hasil panen saat normal pada musim panen sebelumnya bisa mencapai dua ton per patok. Saat harga beras naik, petani di Sragen sudah tidak punya gabah atau tanaman padi,” ujar Suratno.

Baca Juga: Harga Beras di Sragen Naik Rp500-Rp1.000/kg, Ternyata Ini Penyebabnya

Ia mengungkapkan tingginya harga beras yang menikmati adalah para pedagang berskala besar. Para tengkulak kecil, menurutnya, belum bisa menikmati harga tinggi karena mereka juga setor barang ke juragannya.

“Seperti beras saya ternyata lari sampai Boyolali. Beras Sragen itu sudah lari ke luar Sragen,” jelasnya.

Terkait anjloknya produktivitas padi di sebagian wilayah di Sragen sudah dilaporkan KTNA ke berbagai pihak. Salah satunya perguruan tinggi dengan harapan akademisi bisa meneliti penyebabnya dan bisa diperoleh solusinya.

“Kami mendapat jawaban dari Universitas Slamet Riyadi Solo. Tim dari perguruan tinggi itu akan berkunjung ke Sragen pada pertengahan November ini sebagai respons atas aduan KTNA,” jelasnya.

Baca Juga: Produktivitas Padi Turun, Petani Sragen Belum Temukan Solusi Mengatasinya

Penurunan produktivitas padi menjadi masalah besar bagi petani. Ada petani di Desa Tunggul, Kecamatan Gondang yang hanya mendapatkan 247 kg GKP per patok. “Ada juga yang hanya mendapat 375 kg per patok. Hasil panen paling banyak mencapai 1 ton 360 kg. Hasil panen paling banyak itu pun tidak normal karena kondisi normal hasil panen bisa mencapai 2 ton,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya