SOLOPOS.COM - Pembeli ikan sedang mengemas hasil tangkapan ikan dari nelayan ikan Waduk Gajah Mungkur Wonogiri di Tempat Pendaratan Ikan, Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jumat (16/9/2022). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada awal September 2022 menambah beban pengeluaran para nelayan ikan di Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri.

Di sisi lain, harga jual ikan dari nelayan di WGM justru menurun hingga 25%. 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kenaikan harga BBM yang tidak dibarengi kenaikan harga ikan di tingkat nelayan ini  membuat para nelayan mengeluh.

Terlebih, hasil tangkapan para nelayan sudah tidak sebanyak pada tahun-tahun sebelumnya karena beberapa faktor. Di antaranya faktor perubahan iklim dan menjamurnya penggunaan alat tangkap ikan jenis branjang.

Salah satu nelayan ikan di WGM asal Wuryantoro, Basuki, mengatakan kondisi itu sudah terjadi beberapa hari belakangan.

Para nelayan mengeluh lantaran kian hari pendapatan mereka dari hasil menangkal ikan di Waduk justru menurun di tengah harga BBM naik. Penurunan harga ikan bahkan mencapai 25%. Sementara kenaikan harga BBM mencapai 30%.

“Susah. Pada saat harga BBM naik seperti ini, harga ikan di sini [WGM] malah turun. Pendapatan nelayan turun banyak. Contoh saja, harga ikan nila itu biasanya Rp20.000/kg. Sekarang turun jadi Rp15.000/kg. Kasihan nelayan-nelayan ini,” kata Basuki saat berbincang dengan Solopos.com di WGM Wonogiri, Jumat (16/9/2022).

Padahal, lanjut dia, hasil tangkapan para nelayan di WGM saat ini tidak banyak. Setiap hari rerata para nelayan rerata hanya mendapatkan 3 kg-5 kg ikan. Dengan begitu, penghasilan nelayan per hari senilai Rp45.000-Rp75.000. Itu belum dipotong biaya konsumsi BBM untuk mesin perahu tempel. 

Sekali berangkat menangkap ikan, pada umumnya para nelayan memerlukan dua liter BBM jenis Pertalite. Dengan harga BBM pertalite yang saat ini senilai Rp10.000/liter, maka nelayan harus mengeluarkan Rp20.000/liter untuk dapat menjalankan perahunya ke tengah perairan WGM. 

“Tinggal diitung saja. Dengan ongkos segitu, paling tidak nelayan hanya mendapatkan hasil senilai Rp25.000-Rp55.000 sehari. Biasanya nelayan mulai ke waduk itu setelah subuh sampai siang,” ujar Basuki.

Hal itu belum ditambah dengan beban pengeluaran untuk membeli jaring tangkap model gill net. Harga jaring tangkap kini juga sudah melambung tinggi.

Kenaikan harga jaring tangkap bahkan sudah mencapai 100%. Basuki menjelaskan beberapa waktu lalu, jaring tangkap dengan kualitas biasa seharga Rp35.000/pis, sekarang harga tersebut sudah naik sekitar Rp75.000/pis.

Jaring dengan kualitas sedang yang dulu seharga Rp70.000/pis, kini seharga Rp100.000 lebih/pis. Sementara jaring dengan kualitas paling baik, semula seharga sekitar Rp90.000/pis, sekarang sudah mencapai Rp180.000/pis. 

“Jaring-jaring itu, biasanya paling lama bertahan dua-tiga pekan. Kalau yang kualitas rendah malah itungan hari sudah harus diganti karena rusak. Satu pis jaring panjangnya 100 meter dan lebarnya 1,5 meter. Nelayan biasanya bisa beli lebih dari satu pis, kemudian disambung,” jelas Basuki.

Jaring-jaring itu mudah rusak lantaran berbahan senar dengan ukuran ketebalan yang tipis, yaitu 0,10 mm. Meski rentan rusak, nelayan lebih memilih senar dengan ketebalan itu karena tidak mudah terlihat ikan. 

“Sekarang kalau enggak pakai yang tipis, dapat ikannya susah. Enggak seperti dulu. Dulu senar jaring dengan ketebalan 0,25 itu sudah cukup dan hasil tangkapannya banyak. Sekarang susah kalau pakai ukuran segitu karena ikannya sudah sepi, langka” kata dia.

Menurut dia, memasuki September seperti sekarang seharusnya sudah musim ikan nila. Tapi pada kenyataannya sampai saat ini hasil tangkapan nila para nelayan belum banyak.

Basuki menyebut hal itu dimungkinkan karena maraknya penggunaan Branjang yang menangkap ikan berukuran kecil. Sehingga merusak habitat ikan di WGM.

“Perubahan iklim juga bisa jadi faktor penyebabnya. Sebab ikan itu sangat peka dengan perubahan-perubahan seperti itu,” imbuh dia

Nelayan ikan lain di WGM, Ngatimo, mengamini pernyataan Basuki. Kini ikan di WGM tidak sebanyak dulu. Bahkan Ngatimo menyebut kondisi ikan WGM saat ini mendekati punah.

Sebab ikan yang ditangkap tidak sebanding dengan benih ikan yang ditebar. Dia biasa menangkap Ikan Putihan.

“Ditambah lagi, kalau kemarau kayak gini, ada nelayan yang pakai Jaring Garuk, modelnya kayak pukat harimau di laut itu. Kalau pakai itu lebih ngeri lagi, semua ikan yang terperangkap di dalamnya pasti terjaring. Itu jaringnya sampai ke dasar air. Jelas merusak habitat,” kata Ngatimo saat berbincang dengan Solopos.com di Tempat Pendaratan Ikan, Kecamatan Wuryantoro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya