SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Karanganyar (Espos)–Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan rehab perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Handoko Mulyono korban konspirasi tingkat tinggi.

Tim Penasehat Hukum Handoko (TPHH) mencium adanya konspirasi dari mulai di penegak hukum hingga pejabat negara dalam keterlibatan kasus GLA. Hal tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi GLA dengan agenda nota pembelaan atau pledoi sebanyak 32 halaman jawaban atas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar, Selasa (23/11).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam pledoi yang dibacakan secara bergiliran oleh TPHH, menilai tuntutan primair maupun subsider yang dijatuhkan JPU dinilai tidak tepat. Penasehat hukum terdakwa Heru S Notonegoro mengatakan Handoko merupakan korban konspirasi tingkat tinggi. Konspirasi menyentuh hampir seluruh lapisan yang ada mulai dari penegakan hukum hingga pada tataran pejabat tinggi baik daerah maupun negara.

Heru mengatakan keterlibatan Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih sudah sangat jelas, yakni JPU menyebutkan nama Rina di dalam surat dakwaan Handoko maupun Tony Haryono. Selain itu pada tanggal 4 Oktober 2010 silam di Rutan Solo, Kejaksaan Tinggi (Kejakti) Semarang telah memerikan Handoko sebagai saksi untuk tersangka Rina. “Tapi kenyataannya kejaksaan tiak punya nyali untuk mendudukan Rina sebagai tersangka atau terdakwa,” tegasnya.

Menurut Heru, kondisi ini jelas menimbulkan spekulasi beragam dari seluruh lapisan masyarakat. Apalagi ditambah dengan beredarnya rekaman dugaan penyuapan terhadap oknum kejaksaan senilai Rp 5 miliar semakin menyakinkan adanya konspirasi pengusutan kasus GLA. Hal ini lantaran kejaksaan hingga kini belum juga menetapkan status Rina Iriani dalam keterlibatannya pada kasus GLA. “Memang saat ini telah terjadi bargaining power dan permainan kotor yang justru akan terus memperburuk citra serta wajah penegakkan hukum,” katanya.

Heru mengatakan sangat tidak wajar mengingat di satu sisi JPU berani dengan lantang menyebutkan Rina Iriani didalam dua surat dakwaan bahwa bersama-sama dengan Handoko Mulyono dan Tony Haryono telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 20 miliar. Namun disisi lain, lanjut dia, Handoko dan Tony keduanya telah ditetapkan sebagai terdakwa sedangkan Rina masih melenggang bebas.

Tidak bisa dipungkiri kerugian negara itu adalah ulah dan upaya serta kreativitas yang dilakukan Tony Haryono yang dibantu dan di- back up sepenuhnya oleh Rina Iriani. Hal ini mengingat koneksi yang dijalin dengan para pejabat di Kementrian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera).

“Fakta ini tidak bisa dibantahkan mengingat KSU Sejahtera belum berpengalaman, asetnya saja tidak memenuhi syarat sebagai Lembaga Keuangan Non Bank. Jadi jika KSU Sejahtera bukan milik Tony yang diback up bupati dan pejabat Kemenpera tidak mungkin akan ditunjuk sebagai penyalur dana subsidi,” ujarnya.

Selain itu, Heru menambahkan sejak kepengurusan KSU Sejahtera yang lama di bawah kepemimpinan Fransisca Rianasari tahun 2007 telah terjadi ketidakberesan dalam penyaluran dana subsidi itu. Namun setelah pergantian kepengurusan dari Fransisca ke Handoko Mulyono pada tahun 2008 silam justru dana bantuan yang dikucurkan semakin banyak. Dengan kondisi ini jelas ada konspirasi tingkat tinggi hingga Handoko menjadi korban dari konspirasi tersebut.

Sidang lanjutan kasus GLA dengan terdakwa Handoko Mulyono akan dilanjutkan kembali pada Selasa (30/11) mendatang dengan agenda replik atau tanggapan JPU atas pledoi terdakwa.

isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya