SOLOPOS.COM - Suasana diskusi (diskusi) demokrasi: Mencari Jalan Kokohnya Kebhinnekaan dan Demokrasi Indonesia di Kantor Harian Jogja, Rabu (23/11/2016). (Uli Febriarni/Harian Jogja)

Memaknai demokrasi harus lebih memiliki kualitas luas

Harianjogja.com, JOGJA-Sosilog Universitas Gadjah Mada Arie Sujito mengungkapkan, saat ini sudah bukan lagi saatnya pemimpin agama apapun menggunakan agama untuk memanipulasi masyarakat.

Promosi Alarm Bahaya Partai Hijau di Pemilu 2024

Dia beralasan ada persoalan lain di luar praktik-praktik beragama dan bermasyarakat, yang lebih darurat untuk disikapi. Misalnya saja perlunya membongkar korupsi, bagaimana mempraktikkan cara-cara jujur dalam mengelola sumber daya alam, rekrutmen pegawai negeri sipil, dan tidak lagi melihat kawan sebagai lawan.

“Kita justru harus bersama-sama menyatukan umat muslim, agar jangan sampai menjadi terbelah-belah dan saling tarung,” kata dia dalam halaqah (diskusi) demokrasi: Mencari Jalan Kokohnya Kebhinnekaan dan Demokrasi Indonesia, di Griya Harian Jogja, Rabu (23/11/2016).

Bagi masyarakat, Arie meminta agar lebih kritis dalam menyaring informasi yang diterima, baik dari perorangan, media sosial bahkan media massa. Pasalnya meskipun penyebaran sebuah berita di Indonesia sudah diatur dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, aturan hukum itu tidak akan terlalu bekerja dengan baik apabila masyarakat sendiri tidak dapat mencerna informasi dengan hati-hati.

“Memaknai demokrasi harus lebih memiliki kualitas luas. Kita sudah terlalu banyak menghadapi situasi persoalan komitmen penguasa yang tidak melakukan proteksi sumber daya alam untuk keadilan sosial,” tuturnya menegaskan.

Pada acara yang terselenggara atas kerja sama Ponpes Sunan Kalijaga Gesikan Bantul dan Harian Jogja itu, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah DIY Arif Jamali Muis menuturkan hal senada. Setidaknya ia melihat ada tiga hal persoalan bangsa yang perlu diselesaikan segera, dengan mengevaluasi Aksi Bela Islam (ABI) I pada 4 November lalu di Jakarta atau dikenal dengan aksi 411.

Pertama, masalah ketidakadilan yang masih sangat jauh, hukum yang masih tebang pilih dan distribusi pembagian kue ekonomi pembangunan yang masih saja tidak merata. Kedua, ketidakadilan itu menciptakan kesenjangan ekonomi; dan ketiga, adalah aspirasi politik umat Islam yang artikulasinya masih belum baik, namun di sisi lain, apresiasi pemerintah terhadap aspirasi politik umat Islam juga dirasa belum maksimal.

Ketua Bidang Non-Litigasi LPBH Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY Hifdzil Alim menambahkan, secara garis besar hak berpendapat dan menyampaikan aspirasi seseorang atau kelompok telah diatur dalam konstitusi. Meski demikian, dalam menyampaikan aspirasi juga perlu mengikuti kaidah yang diatur dalam konstitusi. Pendapat harus dinyatakan secara adil dan jujur, terlebih jika ingin menyampaikan pendapat untuk kepentingan politik. “Bertarunglah mengikuti kaidah itu. Jangan menjual dan mengabarkan catatan buruk pribadi seseorang atau lawan. Sampaikan visi dan visi, jangan mengorbankan umat. Jangan menjual umat,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya