SOLOPOS.COM - Para ASN mengikuti halalbihalal seusai apel pagi di halaman Gedung Setda Sukoharjo, Senin (9/5/2022). (Istimewa-Humas Pemkab Sukoharjo)

Solopos.com, SOLO—Acara halalbihalal saat ini sedang marak digelar di berbagai daerah setelah Hari Raya Idulfitri. Instansi, ikatan alumni sekolah hingga di kampung-kampung menggelar halalbihalal untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan.

Ya, halalbihalal merupakan tradisi masyarakat Indonesia yang digelar beberapa hari setelah Hari Raya Idulfitri. Berdasarkan data dari beberapa sumber yang dikutip Solopos.com, sejarah halalbihalal bisa ditelusuri dari Pura Mangkunegaran.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Antropolog UIN Sunan Kalijaga Muhammad Soehadha mengatakan tradisi halalbihalal bermula dari pisowanan yang dilakukan di Istana Mangkunegaran. Tradisi pisowanan di Mangkunegaran bisa dirunut sejak era pendiri salah satu kerajaan pecahan Dinasti Mataram ini, yakni Raden Mas Said atau KGPAA Mangkunegara I (1757-1795 Masehi) alias Pangeran Sambernyawa.

Baca Juga: Doa Halalbihalal, Cocok Dibaca Saat Merayakan Lebaran

Kala itu Mangkunegara I mengumpulkan keluarga dan kerabat kerajaan, para abdi dalem, hingga prajurit. Setelah merayakan Idulfitri, dilakukan acara sungkeman untuk menunjukkan hormat dan meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan, baik sengaja atau tidak.
Selanjutnya, pada 1924, majalah Soeara Moehammadijah kala itu juga menuliskan tentang halalbihalal. Penyebutannya adalah “alal bahalal” yang artinya kegiatan silaturahmi, memohon maaf antarumat Islam selepas Lebaran.

Soeara Muhammadijah pun menawarkan kepada umat Islam khususnya warga Muhammadiiyah untuk menyampaikan ucapan selamat Idulfitri melalui majalan tersebut.

Baca Juga: Halalbihalal Boleh Tapi Tak Bisa Makan di Tempat, Ini Respons PHRI Solo

Istilah halalbihalal kemudian dipopulerkan oleh Presiden Soekarno yang saat pada 1948 mengundang salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Wahab Chasbullah. Soekarno saat itu meminta masukan dari KH Wahab Chasbullah untuk mendamaikan berbagai pihak, golongan dan elite politik yang saling menyalahkan pemerintahan. Seperti diketahui pemerintahan saat itu belum stabil karena masih dalam suasana revolusi kemerdekaan.

Menjawab pertanyaan Bung Karno, KH Wahab Chasbullah mengusulkan untuk diadakan acara silaturahmi. Kebetulan saat itu menjelang Hari Raya Idulfitri 1367 H. Presiden Soekarno dan KH Wahab Chasbullah kemudian sepakat dengan istilah halalbihalal.

“Para elite politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu ‘kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa [haram], maka harus dihalalkan,” kata KH Wahab Chasbullah dilansir dari NU Online.

Baca Juga: Halalbihalal Lebaran 2022 Boleh Digelar, Ini Aturannya

“Jadi esensi halalbihalal bukan kumpul makan-makan. Dalam hal ini, acara halalbihalal menjadi ajang untuk mendamaikan hubungan yang keruh agar jernih. Jika hubungan itu kusut, maka acara halalbihalal diharapkan menjadi media untuk meluruskan hubungan tersebut,” ujar Ustaz Adi Hidayat dalam akun YouTube Islampedia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya