SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA — Majelis hakim menolak eksepsi (nota keberatan) terdakwa mantan Bupati Buol, Sulawesi Tengah Amran Batalipu dalam kasus suap terkait penerbitan Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) PT Citra Cakra Murdaya (CCM) di Buol.

“Majelis tidak sependapat dengan keberatan terdakwa karena apa yang dirumuskan oleh penuntut umum adalah kualifikasi yuridis dari fakta di lapangan. Karena sudah masuk substansi perkara maka keberatan tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/11/2012).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Karena keberatan tidak dapat diterima maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dan menyatakan surat dakwaan penuntut umum KPK sah, majelis hakim memerintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut.

Dalam kasus itu, Amran Abdullah Batalipu selaku Bupati Buol Sulawesi Tengah 2007-2012 didakwa menerima uang sebesar Rp1 miliar dan Rp2 miliar dari Gondo Sudjono, Yani Ansori, Arim, Totok Lestiyo dan Siti Hartati Murdaya atau dari PT Cakra Citra Murdaya dan PT Hartati Inti Plantantion padahal diketahui hadiah atau janji itu untuk menerbitkan surat IUP dan HGU untuk tanah seluas 4.500 hektare.

“Cuti” Pada sidang Kamis (25/10), Amran menyampaikan bahwa dirinya sedang dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara dan tidak menjabat sebagai bupati pada periode 17-30 Juni 2012 saat pemberian uang Rp1 miliar dari Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono dan Financial Controller PT HIP Arim pada 18 Juni 2012 dilanjutkan uang Rp2 miliar pada 26 Juni 2012 dari Gondo Sudjono, Kepala Perwakilan PT HIP di Sulawesi Tengah Yani Ansori, Sukirno dan Dede Kurniawan.

Atas perbuatan tersebut, ia didakwa dengan pasal 12 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.

Ia juga mendapat dakwaan alternatif dari pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai menyuap pegawai negeri adalah korupsi.

Sedangkan dakwaan alternatif ketiga berasal dari pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pegawai negeri yang menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya adalah korupsi.

Jaksa menganggap bahwa selain pemberian Rp3 miliar untuk penerbitan IUP dan HGU seluas 4.500 hektare, uang itu juga digunakan untuk penerbitan surat-surat rekomendasi yang berhubungan dengan lahan seluas 75 ribu atas nama PT CCM dan PT HIP yang belum memiliki IUP dan HGU.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya