Solopos.com, JOGJA -- Bukan hanya kalangan buruh dan mahasiswa yang merasa dirugikan dengan disahkannya UU Cipta Kerja. Kaum difabel juga disebut ikut terdampak negatif munculnya omnibus law ini. Jaringan organisasi difabel memandang pengesahan UU ini sebagai langkah mundur pemerintah dalam memenuhi hak difabel di dunia kerja.
Direktur Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA), Nurul Saadah, menuturkan terdapat beberapa poin yang disoroti jaringan organisasi difabel dalam UU Cipta Kerja. Salah satunya UU ini telah menghilangkan kuota 1% bagi perusahaan swasta dan 2% bagi perusahaan atau institusi pemerintah untuk difabel dari keseluruhan pegawai.
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Sudah Disahkan Sepekan Lalu, Draf UU Cipta Kerja Kembali berubah
Hal ini tentu akan berdampak pada semakin kecilnya kesempatan difabel untuk mengakses pekerjaan. “Ketiadaan ketentuan ini akan menjadi persoalan kedepan karena akan menjadi alasan perusahaan untuk tidak menaati UU Penyandang Disabilitas, dengan alasan tidak diatur dalam UU Cipta Kerja,” ujarnya, Selasa (13/10/2020), seperti dikutip dari harianjogja.com.
Kedua, dalam UU Cipta Kerja ada ketentuan yang menyebutkan apabila pekerja menjadi cacat dapat dijadikan alasan bagi perusahaan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). “Penggunaan kata cacat itu sendiri menjadi persoalan saat sudah ada istilah penyandang disabilitas sebagai pengganti UU Penyandang Cacat,” katanya.
Organisasi Kemahasiswa Gugat Bareng UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi
Ketentuan yang Diskriminatif
Ketentuan ini dinilai diskriminatif, dapat merugikan penyandang disabilitas, dan jauh dari semangat mewujudkan masyarakat Indonesia yang inklusif. Karena, seseorang yang menjadi penyandang disabilitas dalam dunia pekerjaan seharusnya masuk dalam skema program kembali bekerja. Seperti, dialihkan ke pekerjaan lain atau penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak untuk mendukungnya tetap dapat bekerja tanpa hambatan.
Ketiga, UU Cipta Kerja telah menghapus Pasal 27 ayat (2) UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung yang mengatur persyaratan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung berupa aksesibilitas bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia. Hal ini juga dinilai akan menghilangkan kesempatan difabel untuk dapat bekerja.
Gaduh UU Cipta Kerja di Tengah Pandemi
Dewan Pengurus Sasana Inklusi dan Advokasi Difabel (Sigab), Joni Yulianto, mengatakan kelompok atau organisasi difabel tidak pernah diperhitungkan dan dilibatkan sejak awal proses pembahasan. Padahal substansi UU Cipta Kerja sangat relevan dan akan berdampak terhadap kehidupan difabel.
“Usulan yang diajukan oleh organisasi penyandang disabilitas adalah inisiatif mandiri penyandang disabilitas untuk ikut serta dalam pembahasan. Namun begitu, usulan yang diajukan terbukti tidak diakomodasi dalam draf terakhir yang terpublikasi di masyarakat satu hari sebelum sidang paripurna,” ungkapnya.
Menurutnya, penyusun UU Cipta Kerja telah melakukan kejahatan epistemik dengan masih mengusung istilah cacat.