SOLOPOS.COM - Aziz Hidayat (56) dan Titik Sayekti (52), saat ditemui di rumahnya, di Dusun Sudimoro, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, Rabu (7/9/2016). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Haji 2016 diwarnai kasus calon haji yang menggunakan passport Filipina

Harianjogja.com, BANTUL– Keinginan sepasang suami istri bernama Aziz Hidayat (56) dan Titik Sayekti (52) untuk pergi ke tanah suci malah membuatnya dikurung di penjara Filipina selam tujuh hari. Hal itu lantaran mereka ditipu salah satu biro Perjalanan haji.

Promosi Santri Tewas Bukan Sepele, Negara Belum Hadir di Pesantren

(Baca juga : HAJI 2016 : WNI Berpaspor Filipina Ditarik Biaya Rp130 juta per Orang)

“Saya tidak korupsi, saya tidak maling, saya tidak membunuh tapi saya harus masuk penjara. Padahal niatnya haji,” tutur Aziz, Rabu (7/9/2016).

Ekspedisi Mudik 2024

Aziz menceritakan selama enam hari dia tinggal di penjara Filipina, dia menemapati sebuah sel berukuran sembilan meter persegi yang ditempati delapan orang lainya. “Penjara paling besar di Filipina, tahanan politik dan anak buah abu sayaf kebanyakan dipenjara di sana,” ujarnya.

Pasangan suami istri itu hanya mengenakan satu pakaian yang melekat pada badanya selama berhari-hari akibat semua pakaian yang terdapat di dalam kopernya sudah sampai ke tanah suci terlebih dahulu. Awal mulanya mereka harus diberhentikan oleh petugas imigrasi Filipina sesaat akan memasuki pesawat.

Semua barang sudah dimasukkan bagasi dan hanya tinggal memasuki pesawat. Bahkan sudah terdapat tiga orang dapat masuk ke pesawat terlebih dahulu setelah memasuki pemeriksaan imigirasi Filipina. Namun tidak dengan Aziz dan 176 calon haji lainya yang bersal dari Indonesia. Mereka harus ditahan imigrasi karena tidak mendapatkan passport.

Bersambung halaman 2


Semua barang sudah dimasukkan bagasi dan hanya tinggal memasuki pesawat. Bahkan sudah terdapat tiga orang dapat masuk ke pesawat terlebih dahulu setelah memasuki pemeriksaan imigirasi Filipina. Namun tidak dengan Aziz dan 176 calon haji lainya yang bersal dari Indonesia. Mereka harus ditahan imigrasi karena tidak mendapatkan passport.
“Sebagian rombongan adalah orang Bugis yang sedikit diantaranya dapat berbahasa Indonesia. Saat menunjukkan passport  yang ternyata berbahasa Filipina kebanyakan dari kami dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari petugas imigrasi Filipina,” kata pria yang tinggal di Dusun Sudimoro, Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Bantul ini, saat ditemui di rumahnya.

Atas dasar hal tersebut petugas imigrasi mencurigai para calon haji melanggar aturan. Hingga kemudian mereka ditahan selama satu setengah hari. Berikutnya sebanyak 177 calon haji tersebut diangkut dengan menggunakan bis menuju penjara.

Selama enam hari meraka harus ditahan penjara sembari menunggu proses pembebasan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Filipina. Menurut penuturan Aziz penahanan selama enam hari tersebut karena proses mengurus pembebasan yang rumit dengan prosedur yang jauh berbeda seperti halnya di Indonesia.

“Sidik jari segala macam sampai dengan empat kali. Baru kita bisa keluar dari penjara. Disidang dulu waktu itu, yang mengurus kami KBRI, Imigrasi Indonesia, dan Kementerian Luar Negeri [Kemenlu],” ujar Aziz.

Proses pembebsan harus melewati prosedur Departemen Imigrasi Filipina, Intelejen Filipina, Kepolisian Filipina , dan Departeman Hukum Filipina. Hal itu yang menurutnya memperlama proses pembebasan mereka. Selama proses persidangan mereka diwakili oleh 14 saksi, yang sembilan diantaranya malah harus bersedia tinggal di sana lebih lama.

“Kalau mereka tidak mau bersaksi saya juga tidak bisa pulang” ungkap Aziz, yang sampai sekarang masih tercatat sebagai warga Kota Jogja ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya