SOLOPOS.COM - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam Sidang pleno 2 Muktamar Muhammadiyah di Pidato Iftitah di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS, Sabtu (19/11/ 2022). (Istimewa/Panitia Muktamar).

Solopos.com Stories

Solopos.com, SUKOHARJO — Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menilai saat ini Muhammadiyah diuji dalam konteks nasional dan global sebagai gerakan modern dan reformis terbesar di Indonesia maupun dunia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Haedar Nashir mengatakan, sekarang Muhammadiyah menghadapi dinamika baru dalam kehidupan manusia di tingkat global maupun dinamika internal dari wilayah, daerah cabang dan ranting yang memiliki kondisi beragam.

Hal itu disampaikan dalam Sidang pleno 2 Muktamar Muhammadiyah di Pidato Iftitah Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dihadapan peserta muktamar di Gedung Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS, Sabtu (19/11/ 2022).

Dia mempertanyakan bagaimana Muhammadiyah hadir di tengah dinamika itu. Dalam konteks ini, Haedar Nashir melihat Muhammadiyah perlu menyelesaikan positioning yang dimiliki, mengingat sejatinya dalam tradisi besar Muhammadiyah, yakni produkivitas sebagai organisasi yang sejak awal punya pondasi agama kokoh, sistem organisasi dan SDM berkualitas.

Maka Muhammadiyah harus selesai dengan dirinya sendiri.

Baca juga: Lirik Lagu Muktamar Muhammadiyah di Solo, Ciptaan Haedar Nashir dan Eross

“[Muhammadiyah] waktu itu [juga] dianggap berkualitas dan lebih penting lagi peran-peran kemasyarakatan lewat amal usaha sudah jadi milik umum. Ketika kita berinteraksi didalam dinamika lokal regional mestinya soal trust, marwah soal integritas, pondasi nilai keislaman dan kemuhammadiyahan kita sudah selesai tidak ada lagi keraguan dan saling meragukan antardiri kita,” ujar Haedar Nashir.

Hal ini bertujuan agar Muhammadiyah punya keleluasaan untuk membuka sebanyak dan seluas mungkin radius gerakan dalam dinamika lokal regional dan global di tengah dinamika gerakan lain yang saat ini bertumbuh pesat dengan berbagai segmen dan orientasi gerakan.

Dia mencontohkan ada beberapa tempat seperti rumah sakit hingga sekolah yang bertumbuh besar jadi sekolah dan RS unggulan.

“Tentu kita perlu melihat diri kita sendiri ditengah dinamika ini apakah kita mau bersifat pasif, apologi atau bersifat proaktif dan konstruksi bahkan melakukan langkah bersifat kompetitif,” ujar Haedar Nashir.

Sementara dalam pandangan Haedar Nashir, Muhammadiyah tumbuh berkembang menjadi kekuatan strategis bangsa tingkat nasional dan internasional.

Baca juga: Tantangan 5 Tahun ke Depan, Muhammadiyah Diminta Perkuat Basis Akar Rumput

“Muktamar Muhammadiyah kali ini dilaksanakan bersamaan dengan MIlad 110 tahun yang jatuh pada hari kemarin ketika kita melaksana tanwir Muhammadiyah pada Minggu, (6/11/2022)),” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 2015-2022 tersebut.

Disampaikan Haedar Nashir, usia 110 tahun merupakan perjalanan panjang dan Muhammadiyah jadi satu-satunya organisasi Islam tertua yang masih bertahan menjadi organisasi terbesar.

“Kesyukuran kita itu tentunya harus kita jadikan modal strategis kita melangkah ke depan menjadi lebih baik lagi sehingga Muhammadiyah dalam mengembangkan misi dakwah dan tajdid menjadi kekuatan yang lebih berkualitas bahkan unggul dalam berbagai aspek kehidupan yang jadi bidang garap,” kata Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tersebut.

Meski demikian Haedar Nashir memiliki pertanyaan besar yaitu bagaimana spirit Muhammadiyah mengemban misi waltakum mingkum ummatuy yad’?na ilal-khairi wa ya`mur?na bil-ma’r?fi wa yan-hauna ‘anil-mungkar sekaligus juga membangun khoiru ummah yang menjadi cita-cita Muhammadiyah dapat diformulasikan untuk mewujudkan masyarkat Islam yang memberi rahmat semesta alam.

“Gerak kemajuan ini tentu jadi agenda kita untuk bermuhasabah, berintrospeksi bagaimana dalam usia 110 tahun kita bisa mengagregasikan kemajuan dan etos kemajuan yang sudah kita miliki dan pada saat yang sma kita tahu kekurangan dan kelemahannya. Kita sudah cukup untuk mendaftar kemajuan-kemajuan yang kita peroleh dan itu bentuk dari tasyakur kita,” kata Dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.

Baca juga: Wah! Rektor UMS Masuk Daftar 92 Nama Calon Sementara Anggota PP Muhammadiyah

Dia mempertanyakan apakah jamaah di ranting, kawasan masjid, mushala dan pengajian dan berbagai aktivitas keagamaan dan kemasyarakatan di masyarakat lingkungan Muhammadiyah masih tergarap dengan baik? Apakah mungkin semakin baik atau mengalami stagnasi bahkan teralienasi dari dinamika yang terjadi.

Menurutnya pertanyaan tersebut penting untuk menjadi bahan renungan seluruh muktamirin agar bisa mengetahui kondisi yang dimiliki di tingkat basis akar rumput. Muhammadiyah menurutnya juga punya program dakwah komunitas sebagai mata rantai dakwah kultural sejak 1968.

“Pertanyaan kita apakah dakwah komunitas kita yang telah jadi keputusan muktamar itu betul betul jadi program terlaksana di tempat kita masing-masing. Bahkan syukur kalau ada model dari kawasan ranting, cabang dan daerah serta kawasan yang memiliki best practice dari program gerakan jamaah dan dakwah jamaah,” kata pria yang masuk Muhammadiyah sejak 1983 itu.

Saat ini warga Muhammadiyah ketika pergi ke daerah atau cabang-cabang, menurutnya masih sering mendapati ada masjid tidak tergarap bahkan berpindah tangan ke tempat pihak lain.

Baca juga: Haedar Nashir Buka Pameran Muktamar Muhammadiyah di De Tjolomadoe



Maka anggota Muhammadiyah perlu bertanya seberapa jauh dakwah komunitas itu berjalan. “Pertanyaan ini saja sudah cukup menjadi bahan refleksi kita ditengah apa yang kita sebut dinamika kemajuan dan prestasi yang kita alami,” terang Haedar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya