SOLOPOS.COM - Didik Nini Thowok (kiri) dan Direktur Bisnis dan Konten Solopos Media Group (SMG), Suwarmin (kanan) dalam acara bincang budaya pada perayaan HUT ke-7 Alila Solo bertajuk Great 7ourney Alila Solo Anniversary yang dikemas dalam kegiatan corporate gathering, Senin (7/11/2022) malam.(Solopos/Bayu Jatmiko Adi)

Solopos.com, SOLO — Genap berusia tujuh tahun, Hotel Alila Solo terus berupaya untuk berkontribusi dalam menjaga budaya sebagai roh Kota Solo. Pada hari ulang tahun (HUT) ke-7, Hotel Alila Solo juga mewarnainya dengan bincang budaya yang menghadirkan maestro tari, Didik Nini Thowok, Senin (7/11/2022).

Acara perayaan HUT Alila Solo bertajuk Great 7ourney Alila Solo Anniversary tersebut dikemas dalam kegiatan corporate gathering di ballroom hotel, pada Senin malam. Acara tersebut juga dihadiri Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa, jajaran Forkopimda, dan para tamu undangan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Owner Alila Solo, Edijanto Joesoef, menyampaikan kehadiran para tamu undangan tersebut menjadi kehormatan bagi Alila Solo di usia ketujuh tersebut. Dia berharap penambahan usia hotel yang berdiri di pusat Kota Solo tersebut terus bisa memberikan pelayanan terbaik serta bisa untuk terus berpartisipasi dan berkontribusi khususnya untuk Kota Solo.

“Sebagai bagian dari warga Kota Solo, selain bangga dengan penataan Solo yang semakin baik, tentu kita sepakat hal yang paling membanggakan Kota Solo yang dikenal sebagai The Spirit of Java, adalah tidak pernah kehilangan rohnya, yakni budaya. Solo sangat dikenal sebagai Kota Budaya, tentu kita semua bangga dan akan terus berkontribusi sesuai peran dan fungsi masing-masing,” lanjut dia.

Sebagai wujud komitmen dan kontribusi dalam menjaga roh kebudayaan tersebut, Alila Solo dalam usianya yang ketujuh menyelenggarakan bincang budaya bersama Didik Nini Thowok, sang maestro tari yang telah mendunia dan merupakan salah satu living culture asset yang dimiliki bangsa Indonesia.

Baca Juga: Rayakan Hari Jadi ke-7, Alila Solo Undang Maestro Tari Didik Nini Thowok

Bincang budaya tersebut dimoderatori Direktur Bisnis dan Konten Solopos Media Group (SMG), Suwarmin. Meski singkat, acara tersebut mampu membuka pemahaman mengenai budaya, khususnya tari dari pria bernama asli Didik Hadiprayitno yang lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954 itu.

Perbincangan diawali dengan alasan munculnya nama Didik Nini Thowok yang telah mengangkat Didik Hadipyaritno dan dikenal masyarakat luas saat ini. Dimana ternyata nama Nini Thowok itu muncul dari sebuah judul tari yang dia bawakan pada 1974 lalu.

“Nama ini melekat karena pada 1974 saya membawakan koreografi komedi, tarian dengan judul Nini Thowok, ciptaan dari senior saya, yang diangkat dari lagu almarhum Ki Nartosabdo. Waktu itu saya didapuk jadi perempuan tua yang membawa anglo berisi kemenyan atau dupa dan kipas kecil sambil pura-pura baca mantra. Itulah yang mengangkat nama kami bertiga [yang terlibat tarian] saat itu,” kata dia.

Ketenaran Didik didukung dengan gaya tari yang unik yang menggabungkan gaya klasik dan modern, kerakyatan dan komedi. Dia adalah salah satu penari yang meneruskan tradisi penari transgender lintas tradisional. Didik menjadi penari dengan kepiawaian menirukan karakter penari perempuan serta memiliki keterampilan luar biasa di bidang tari. Bahkan dia juga sudah tampil di berbagai negara.

Baca Juga: Lezatnya, Épice Restaurant Alila Hotel Solo Sajikan Belasan Menu Baru

Dia mengaku ketika memulai menggeluti tari, telah memiliki komitmen untuk menampilkan keberagaman Indonesia. Dia belajar tari dari macam-macam daerah dan mempelajari pakem dari tari-tari daerah tersebut. Meskipun dia jarang tampil dengan tarian pakem.

Karya yang menjadikan didik dikenal luas salah satunya tari Dwi Muka yang juga sempat dia bawakan sebelum bincang budaya itu dibuka. Juga ada tari Jepindo, singkatan Jepang-Indonesia, serta tari Jakun singkatan dari jaepong-kuntulan (menggabungkan tari Jawa Barat dan Banyuwangi).

Didik menyampaikan, kekayaan budaya Indonesia luar biasa. Sayang jika kekayaan itu tidak dilestarikan dan dijaga. Genarasi muda harusnya bisa menjadi generasi Indonesia yang bisa menjaga budaya luhur negaranya itu. Bukan hanya dalam bentuk ujaran saja, namun benar-benar mempelajari dan melestarikannya.

Baca Juga: Apero Sunset Hotel Alila Solo, Sensasi Menikmati Senja dari Ketinggian 

“Belajar tari itu juga belajar sejarah, filosofi bahkan belajar ritual di dalamnya yang sekarang banyak dilupakan,” kata Didik.

Dengan banyaknya kebudayaan asing yang saat ini masuk ke Indonesia dan justru lebih digemari anak-anak muda, menurutnya menjadi sebuah Ironi.

“Tapi kita tidak bisa menolak realita dengan banyak budaya asing masuk. Tinggal kita yang harus pintar melestarikan, memberikan apresiasi ke generasi muda agar cinta dan peduli budaya sendiri,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya